WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kasus kematian tragis Prada Lucky Chepril Saputra Namo kembali membuka luka lama tentang kekerasan di lingkungan militer yang hingga kini belum sepenuhnya hilang dari tubuh TNI.
Peristiwa ini bukan hanya mengguncang kesatuan tempatnya bertugas, tetapi juga menyisakan duka mendalam bagi keluarganya yang kini menuntut keadilan penuh dari negara.
Baca Juga:
Perwira Danton Jadi Tersangka Kasus Kematian Prada Lucky, TNI AD Pastikan Proses Hukum Jalan Terus
Aroma kemarahan, kekecewaan, dan rasa kehilangan begitu kental terasa saat sang ayah, seorang prajurit senior, berjuang mencari jawaban atas kematian putra sulungnya yang masih muda.
Empat prajurit TNI berpangkat prajurit satu (Pratu) diduga menjadi pelaku penganiayaan terhadap Prada Lucky Chepril Saputra Namo (23) hingga meninggal dunia pada Rabu (6/8/2025).
Prada Lucky merupakan anggota Batalyon Infanteri Teritorial Pembangunan 834/Wakanga Mere (Yonif TP 834/WM) yang bermarkas di Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur.
Baca Juga:
Istri TNI Pemilik Akun Facebook Minta Maaf Usai Hina Prada Lucky
Komandan Kompi (Danki) C Yon TP 834/WM, Lettu Inf Rahmat, mengungkapkan bahwa setelah melakukan olah tempat kejadian perkara, timnya berhasil mengidentifikasi keterlibatan empat anggota berpangkat Pratu yang juga merupakan rekan korban.
“Setelah melakukan olah tempat kejadian perkara, tim menemukan empat orang terduga pelaku pemukulan terhadap almarhum Prada Lucky. Keempat terduga pelaku tersebut berpangkat Pratu,” ujarnya pada Kamis (7/8/2025).
Menurutnya, keempat terduga pelaku telah diamankan di Sub Denpom Ende untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
Ayah korban, Sersan Mayor (Serma) Christian Namo, tak kuasa menahan amarah saat menuntut keadilan di hadapan rekan-rekan sesama prajurit dan pihak keluarga.
Ia berdiri tegap di belakang mobil ambulans yang membawa jenazah putranya, dengan mata melotot dan tangan menengadah ke langit.
“Kamu saksikan semua, yang bunuh anak saya sifat PKI, keji. Ingat baik-baik itu,” teriaknya lantang di halaman kamar jenazah Rumah Sakit Bhayangkara Kupang.
Christian, yang bertugas di Komando Distrik Militer (Kodim) 1627 Rote Ndao, mengaku sangat kecewa karena keinginan untuk mengautopsi jenazah putranya di Rumah Sakit Wira Sakti Kupang dan Rumah Sakit Bhayangkara Kupang tak bisa terwujud.
Di RS Wira Sakti, tidak ada dokter yang siap melakukan otopsi, sementara di RS Bhayangkara, pihak dokter meminta surat pengantar dari kepolisian.
“Saya hanya ingin membuktikan penyebab meninggal melalui otopsi. Saya meminta negara harus hadir untuk membantuku, termasuk mengungkap pelaku pembunuh anak saya,” tegasnya.
Setelah dibujuk oleh rekan kerja, komandan, dan keluarga, Christian akhirnya bersedia membawa jenazah ke rumah duka di Rumah Dinas TNI Angkatan Darat, Kodim 1617 Rote Ndao, Kuanino, Kecamatan Kota Raja, Kota Kupang.
Prada Lucky menghembuskan napas terakhir di RSUD Aeramo, Kabupaten Nagekeo, pada Rabu (6/8/2025) pukul 11.23 WITA setelah menjalani perawatan intensif selama empat hari sejak Sabtu (2/8/2025).
Saat masih sadar, ia sempat mengungkapkan kepada seorang dokter bahwa dirinya mengalami tindak kekerasan dari sesama prajurit di kesatuan tempat ia berdinas.
Seorang warga yang turut mengurus jenazah menyebut tubuh Prada Lucky dipenuhi luka sayatan dan lebam di beberapa bagian. Temuan ini memperkuat dugaan bahwa ia menjadi korban penganiayaan.
Foto-foto jenazah yang beredar di media sosial semakin memicu kemarahan publik dan mendesak pihak berwenang untuk mengusut tuntas kasus ini.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]