WAHANANEWS.CO, Jakarta - Praktik meninggalkan kartu identitas seperti KTP di meja front office untuk bisa masuk ke sebuah gedung masih kerap ditemui di banyak lokasi. Bahkan, aturan tersebut sering menjadi syarat wajib sehingga pengunjung tak bisa masuk bila menolak menyerahkan identitas.
Peneliti Lembaga Studi & Advokasi Masyarakat (ELSAM), Parasurama Pamungkas, menilai praktik itu tidak sejalan dengan prinsip perlindungan data pribadi.
Baca Juga:
Kasus Tragis Remaja Jadi Pemicu, OpenAI Wajibkan Verifikasi Usia Pengguna ChatGPT
"Nah, pengumpulan data pribadi yang sebenarnya tidak relevan dengan aktivitas yang kita lakukan, seperti masuk tower, kemudian daftar akun, itu merupakan sebenarnya ketidakpatuhan pengontrolan terhadap prinsip-prinsip pelindungan data pribadi," kata Parasurama kepada melansir CNBC Indonesia Sabtu (29/11/2025).
Para surama mengatakan hal tersebut juga bisa menjadi suatu "pelanggaran" karena beberapa prinsip yang tidak terpenuhi. Sepertu tujuan pengumpulan data itu harus terbatas dan relevan salah satunya.
Pengendali data juga tidak memenuhi unsur keabsahan. Karena data pribadi yang dikumpulkan tidak relevan dan untuk tujuan lain.
Baca Juga:
Begini Cara Cek NIK KTP Dipakai Pinjol atau Tidak
Indonesia telah memiliki aturan privasi lewat Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi sejak 2022. Aturan ini mengatur dengan ketat hak warga RI sebagai pemilik data pribadi serta menetapkan ancaman sanksi bagi perusahaan serta institusi pemerintah yang lalai melindungi data pribadi.
Namun, pelaksanaan UU ini masih tersendat karena pemerintah belum mendirikan badan pengawas pelindungan data pribadi seperti perintah UU. Badan pengawas tersebut seharusnya berdiri 1 tahun sejak UU diterbitkan yang jatuh pada 17 Oktober 2024.
"Kemudian menggunakannya untuk tujuan lain, dan dia juga kehilangan dasar hukumnya untuk melanjutkan atau memproses data-data yang tidak relevan tadi," ujarnya.