WahanaNews.co, Jakarta - Presiden dan pejabat negara memiliki peran yang krusial dalam dinamika politik sebuah negara. Namun, ketika masa pemilihan umum tiba, pertanyaan muncul seputar keterlibatan mereka dalam kampanye politik.
Sebagai sebuah negara demokratis, Indonesia menetapkan aturan yang jelas terkait partisipasi presiden dan pejabat negara lainnya dalam kampanye.
Baca Juga:
Prank Gaji Guru: Tingkah Pemerintah Belum Berubah
Artikel ini akan menggali lebih dalam aturan-aturan tersebut, memberikan gambaran tentang kriteria, pembatasan, dan tanggung jawab yang harus dipatuhi oleh pejabat publik selama periode kampanye.
Perlu diketahui, Pasal 280 ayat (2) dan (3) dalam Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mencantumkan daftar pejabat negara yang dilarang terlibat sebagai pelaksana atau anggota tim kampanye pemilu.
Daftar tersebut tidak mencakup presiden, menteri, atau kepala daerah.
Baca Juga:
Pendiri NII Center: ASN Aceh yang Ditangkap Densus 88 Kecewa ke Panji Gumilang Bergabung ke MYT
Pejabat-pejabat negara yang dilarang terlibat sebagai pelaksana/anggota tim kampanye itu meliputi:
Ketua, wakil ketua, ketua muda, hakim agung pada Mahkamah Agung, dan hakim pada semua badan peradilan di bawah Mahkamah Agung, dan hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi;
Ketua, wakil ketua, dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan;
gubernur, deputi gubernur senior, dan deputi gubernur Bank Indonesia;
direksi, komisaris, dewan pengawas dan karyawan BUMN/BUMD
pejabat negara bukan anggota partai politik yang menjabat sebagai pimpinan di lembaga nonstruktural;
aparatur sipil negara (ASN);
anggota TNI dan Polri
kepala desa;
perangkat desa;
anggota badan permusyawaratan desa.
Sanksi untuk Pelanggar