Wahananes.co, Jakarta – Gerakan dari kelompok Petisi 100 yang meminta pemakzulan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelum 14 Februari, dinilai Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra merupakan ide dan gerakan inkonstitusional, lantaran tidak sejalan dengan ketentuan Pasal 7B UUD 1945.
Yusril menegaskan mustahil proses pemakzulan dapat dilakukan dalam waktu kurang dari satu bulan. Sebab proses pemakzulan itu panjang dan memakan waktu.
Baca Juga:
Presiden Jokowi Sulit Dimakzulkan, Pengamat Ungkap Alasannya
Ia menjelaskan, prosesnya harus dimulai dari DPR yang mengeluarkan pernyataan pendapat bahwa Presiden telah melanggar Pasal 7B UUD 1945, yakni melakukan pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, hingga melakukan perbuatan tercela atau tidak memenuhi syarat lagi sebagai Presiden.
"Tanpa uraian yang jelas aspek mana dari pasal 7B UUD 1945 yang dilanggar Presiden, maka langkah pemakzulan adalah langkah inkonstitusional," kata Yusril dalam keterangannya sebagaimana dikutip pada Senin (15/1/2024) melansir CNN Indonesia.
Yusril mengatakan perlu waktu berbulan-bulan untuk mempersiapkan DPR mengambil kesimpulan terkait benar tidaknya seorang presiden telah melakukan pelanggaran berat.
Baca Juga:
Soroti Pemakzulan Presiden, Hinca Panjaitan: Lebih Baik Bersabar Tunggu Pemilu 2024
Pun apabila DPR setuju, pendapat DPR itu harus diperiksa dan diputus benar tidaknya oleh MK. Apabila MK memutuskan pendapat DPR itu terbukti secara sah dan meyakinkan, maka DPR menyampaikan usulan pemakzulan itu kepada MPR. Selanjutnya MPR akan memutuskan apakah Presiden akan dimakzulkan atau tidak.
"Perkiraan saya, proses pemakzulan itu paling singkat akan memakan waktu enam bulan. Kalau proses itu dimulai sekarang, maka baru sekitar Agustus 2024 proses itu akan selesai. Pemilu 14 Februari sudah usai. Sementara kegaduhan politik akibat rencana pemakzulan itu tidak tertahankan lagi," jelasnya.
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu pun khawatir rencana pemakzulan itu bisa menggagalkan Pemilu 2024. Bila benar demikian, imbasnya pada 20 Oktober 2024 ketika masa jabatan Presiden Jokowi habis, maka belum ada Presiden terpilih yang baru.
"Negara ini akan tergiring ke keadaan chaos karena kevakuman kekuasaan," kata dia.
Yusril juga mengaku heran mengapa puluhan orang yang memiliki rencana pemakzulan Jokowi itu justru menyambangi Menko Polhukam Mahfud MD yang juga menjadi calon wakil presiden dalam Pilpres 2024. Ia menilai, seharusnya mereka menyambangi fraksi-fraksi di DPR.
Di sisi lain, ia meyakini DPR tidak mempunyai inisiatif apapun untuk melakukan pemakzulan. Bahkan keinginan Politikus PDIP Masinton Pasaribu untuk melakukan angket atas Putusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXI/2023 yang potesial melahirkan pernyataan pendapat DPR pun hilang begitu saja tanpa dukungan.
"Karena itu, saya melihat gerakan pemakzulan Presiden ini sebagai gerakan inkonstitusional dan ingin memperkeruh suasana menjelang pelaksanaan Pemilu 2024," ujar Yusril.
Partai Bulan Bintang merupakan salah satu partai pengusung calon pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka di Pemilu 2024.
Beberapa waktu lalu, sekelompok tokoh yang tergabung dalam Petisi 100 mendatangi Menko Polhukam, Mahfud MD. Sekitar 22 tokoh yang tergabung dalam kelompok tersebut mendatangi Mahfud menyampaikan permintaan mengenai pemakzulan Jokowi.
Beberapa tokoh tersebut antara lain, Faizal Asegaf, Marwan Batubara, Rahma Sarita, dan Letnan Jenderal TNI Mar (Purn) Suharto. Para tokoh tersebut meminta adanya pemilu tanpa Jokowi.
Selain pemakzulan Jokowi, Mahfud juga menerima aduan mengenai praktik kecurangan Pemilu 2024. Ia diminta memproses aduan-aduan tersebut karena tak percaya kontestasi pemilu berjalan adil.
Meski demikian, dia menegaskan bahwa laporan-laporan soal pemilu terkait sepenuhnya harus diproses KPU, Bawaslu, maupun DKPP.
[Redaktur: Alpredo Gultom]