WAHANANEWS.CO, Jakarta - Gelombang pemeriksaan besar-besaran kembali dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan korupsi kuota haji 2024 yang menyeret ratusan penyelenggara ibadah haji khusus (PIHK).
Hingga Kamis (23/10/2025), KPK telah memeriksa lebih dari 300 biro travel haji dari berbagai daerah, termasuk Jawa Timur, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Selatan.
Baca Juga:
BPK Finalkan Audit, KPK Soroti Dugaan Jual Beli Kuota Haji Bernilai Triliunan
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan bahwa pemeriksaan itu berkaitan dengan penghitungan kerugian keuangan negara yang saat ini masih dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Sejauh ini sudah lebih dari 300 PIHK yang dimintai keterangan untuk kebutuhan penghitungan KN (kerugian keuangan negara) nya, dari berbagai wilayah seperti Jawa Timur, Yogyakarta, Sumatera Selatan, Jakarta, Kalimantan Selatan, dan beberapa wilayah lainnya,” kata Budi dalam keterangannya.
Ia menambahkan, KPK akan segera mengumumkan pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab dalam proses jual beli kuota haji tambahan 2024, termasuk siapa saja yang akan ditetapkan sebagai tersangka.
Baca Juga:
Uang Korupsi Kuota Haji Diduga Dialihkan, KPK Buka Peluang TPPU
“Semuanya akan kami update dan sampaikan kepada publik pada saatnya nanti, termasuk pihak-pihak siapa saja yang bertanggung jawab yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka,” ujarnya.
Budi menegaskan bahwa pihak-pihak yang berperan dalam kebijakan diskresi kuota tambahan haji 2024 itu menjadi fokus utama penyidik karena diduga kuat menyebabkan kerugian negara.
“Artinya adalah pihak-pihak yang berperan dalam proses diskresi ini yang kemudian mengakibatkan kerugian keuangan negara,” sambungnya.
Sebelumnya, Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengungkap bahwa hampir 400 biro travel diduga terlibat dalam skema jual beli kuota haji khusus tersebut.
Menurutnya, jumlah travel yang sangat banyak membuat proses penyelidikan berjalan lambat karena masing-masing biro memiliki pola dan jaringan berbeda dalam menjual kuota haji.
“Kita harus betul-betul firm dan ini beda-beda, masing-masing travel itu beda-beda menjual kuotanya,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (19/9/2025).
Ia menjelaskan, “Itu kan hampir 400 travel (haji) yang membuat ini (penanganan kasus) juga agak lama. Orang menjadi tidak sabar, kenapa enggak cepat diumumkan (tersangka).”
Selain memeriksa travel, penyidik juga mendalami aliran uang hasil penjualan kuota haji khusus tersebut yang disebut sangat kompleks dan melibatkan sejumlah pihak sebagai “juru simpan”.
“Kami tidak ingin gegabah dalam hal ini, karena kami ingin melihat kepada siapa saja uang ini kemudian berpindah dan berhentinya di siapa, karena kami yakin bahwa benar ada juru simpannya. Artinya, berkumpul di situ,” tegas Asep.
Dalam penyelidikan, KPK juga menemukan berbagai modus yang dilakukan untuk memperjualbelikan kuota haji khusus.
Salah satunya adalah dengan memprioritaskan calon jemaah yang seharusnya berada di urutan akhir namun bisa langsung berangkat pada 2024.
Hal ini terungkap setelah pemeriksaan terhadap Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi (Kapusdatin) Badan Penyelenggara Haji, Moh Hasan Afandi, pada Jumat (12/9/2025).
“Saksi didalami bagaimana secara teknis jemaah haji khusus yang urutannya paling akhir (baru membayar 2024) namun bisa langsung berangkat,” jelas Budi.
Selain itu, KPK menduga adanya strategi agar sisa kuota haji khusus bisa dijual, yakni dengan memberikan tenggat pelunasan yang sangat singkat hanya lima hari, sehingga calon jemaah yang sudah mengantre sebelumnya kesulitan melunasi.
“Penyidik menduga ini dirancang secara sistematis agar sisa kuota tambahan tidak terserap dari calon jemaah haji yang sudah mengantri sebelumnya, dan akhirnya bisa diperjualbelikan kepada PIHK (travel haji) yang sanggup membayar fee,” ungkap Budi.
Padahal, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah telah mengatur secara tegas pembagian kuota, yakni 8 persen untuk haji khusus dan 92 persen untuk haji reguler sebagaimana tercantum dalam Pasal 64 Ayat (2).
Namun pada kenyataannya, pembagian kuota haji tambahan tahun 2024 dilakukan secara tidak proporsional, yakni 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus, yang disahkan melalui Surat Keputusan Menteri.
KPK menilai perubahan porsi tersebut menjadi salah satu akar masalah karena membuka peluang manipulasi dan jual beli kuota di tingkat travel.
Dalam kasus ini, KPK menggunakan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP yang menjerat pelaku korupsi yang memperkaya diri sendiri atau orang lain dan merugikan keuangan negara.
Sebagai langkah pencegahan, KPK juga telah mengeluarkan surat pencegahan bepergian ke luar negeri kepada tiga orang yang diduga terkait, yakni mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, mantan staf khusus Menag Ishfah Abidal Aziz, dan pengusaha travel haji serta umrah Fuad Hasan Masyhur.
Kasus ini menjadi salah satu perkara besar yang melibatkan sektor keagamaan, menyingkap praktik komersialisasi ibadah suci yang menggerus rasa keadilan di kalangan calon jemaah haji Indonesia.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]