WAHANANEWS.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menegaskan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan telah merampungkan perhitungan kerugian negara dalam perkara dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama tahun 2023–2024, sebuah perkembangan yang menandai babak baru dalam pengusutan kasus bernilai triliunan rupiah ini yang menjadi sorotan publik sejak awal.
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyampaikan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (08/10/2025) bahwa pihaknya kini tinggal menunggu pengumuman resmi dari BPK RI mengenai nilai pasti kerugian negara yang ditimbulkan dari praktik dugaan penyimpangan tersebut.
Baca Juga:
PPATK dan KPK Buru Jejak Aliran Dana Korupsi Kuota Haji Rp1 Triliun
Ia menegaskan KPK tetap berhati-hati dalam melakukan penyidikan karena praktik lapangan terkait penyelenggaraan haji, khususnya mekanisme mendapatkan dan memperjualbelikan kuota haji khusus kepada calon jemaah, sangat beragam dan membutuhkan pendalaman satu per satu.
KPK menyatakan penyidikan kasus ini resmi dimulai pada Jumat (09/08/2025), hanya dua hari setelah meminta keterangan dari mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada Rabu (07/08/2025) sebagai bagian dari proses penyelidikan awal.
Dalam pernyataan yang disampaikan pada Senin (11/08/2025), KPK mengumumkan bahwa penghitungan awal kerugian negara atas dugaan korupsi kuota haji itu telah menembus angka lebih dari Rp1 triliun dan untuk mengamankan proses hukum, lembaga antirasuah tersebut juga mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk mantan Menag Yaqut.
Baca Juga:
KPK Tegur Khalid Basalamah Soal Pengembalian Dana: Itu Bagian dari Penyidikan
Pada Rabu (18/09/2025), KPK menduga sebanyak 13 asosiasi dan 400 biro perjalanan haji ikut terlibat dalam skema kuota haji yang dinilai tidak sesuai ketentuan perundang-undangan tersebut.
Selain penyidikan yang dilakukan KPK, Panitia Khusus Angket Haji DPR RI juga menyoroti adanya kejanggalan dalam teknis pelaksanaan haji 2024 yang dianggap tidak sesuai prinsip keadilan dan aturan hukum yang berlaku.
Salah satu poin kritis yang menjadi fokus pansus adalah pembagian kuota tambahan sebanyak 20.000 yang diberikan Pemerintah Arab Saudi, di mana Kementerian Agama membaginya secara rata yakni 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus yang dinilai bertentangan dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah karena kuota khusus seharusnya hanya delapan persen, sementara 92 persen diperuntukkan bagi jemaah reguler.