"Awalnya saya keberatan dengan dako tersebut karena sangat memberatkan, namun apabila tidak memberi dako maka konsekuensinya konduite perusahaan menjadi jelek. Dengan terkondisi keadaan maka dengan sangat terpaksa saya menyetujui pemberian dako tersebut, sehingga dengan kami memberikan persetujuan pemberian dako tersebut maka akhirnya saya ditahan dan menjalani proses hukum di persidangan sekarang ini," jelasnya.
Mulsunadi menyampaikan dirinya adalah seorang suami dan seorang ayah tiga anak. Selain itu, dia juga mengaku bertanggung jawab kepada perusahaan dengan total karyawan berjumlah sekitar 200 orang yang saat ini masih berjalan.
Baca Juga:
Korupsi Proyek Perkeretaapian, Anggota Pokja di Purwokerto Terima Sejumlah Uang
Mulsunadi meminta hal-hal yang telah dia sampaikan pada pledoinya dapat menjadi pertimbangan majelis hakim untuk memutus perkara ini dengan adil dan bijaksana agar ia dapat kembali menjalankan perusahaan.
"Saya juga memohon kiranya rekening perusahaan saya yang diblokir dapat dibuka kembali seperti semula agar perusahaan dapat melakukan pembayaran gaji kepada seluruh karyawan," kata dia.
Kuasa hukum Mulsunadi meminta majelis hakim untuk menyatakan kliennya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan.
Baca Juga:
Gubernur Kalsel Tak Lagi Jadi Tersangka Suap dan Gratifikasi, Ini Alasan Hakim
Pihak kuasa hukum juga meminta majelis hakim membuka pemblokiran rekening Bank BNI SBK Jakarta-Kota atas nama PT Intertekno Grafika Sejati Nomor Rekening 0016768703 dan rekening Bank BNI SBK Jakarta-Kota atas nama PT Bina Putera Sejati Nomor Rekening 0402043540.
Mantan Kabasarnas Henri Alfiandi sebelumnya pernah mengakui menerima fee 10 persen yang disebut 'dana komando' dari perusahaan-perusahaan yang mengikuti proyek pengadaan barang jasa di Basarnas.
Henri mengaku hanya mengikuti apa yang sudah berjalan. Hal itu diungkapkan Henri dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (6/11).