WAHANANEWS.CO, Jakarta - Pengamat hukum dari Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur, Herdiansyah Hamzah menilai revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang baru disahkan DPR pada Kamis (20/3/2025) merupakan langkah mundur bagi demokrasi.
Ia menyoroti sejumlah pasal dalam revisi tersebut yang dinilai berpotensi menghidupkan kembali dominasi militer di ruang sipil.
Baca Juga:
TB Hasanuddin Desak Panglima TNI Segera Tarik Prajurit dari Jabatan Sipil
Salah satu yang menjadi perhatian adalah ketentuan tentang operasi militer selain perang (OMSP).
Dalam revisi ini, tugas TNI dalam OMSP diperluas, termasuk membantu mengatasi ancaman siber serta melindungi warga negara dan kepentingan nasional di luar negeri.
“Ada kekhawatiran bahwa ruang digital kita akan dikendalikan oleh negara. Ini berpotensi membatasi kebebasan berekspresi dan sangat berbahaya,” ujar Herdiansyah, mengutip Kompas.com, Sabtu (22/3/2025).
Baca Juga:
Jaringan Damai Papua (JDP) Menolak Tegas Dilakukan Revisi Undang-Undang TNI
Menurutnya, jika negara mengontrol ruang siber atas nama kepentingan pemerintah, maka seluruh aktivitas masyarakat dapat diawasi. “Ini ancaman serius bagi demokrasi,” tegasnya.
Herdiansyah juga menyoroti ketentuan yang memungkinkan militer aktif menduduki jabatan sipil. Ia menilai kebijakan ini bertentangan dengan semangat reformasi.
“Sejak awal, regulasi ini terlihat seperti memberi jalan bagi militer untuk kembali masuk ke ranah sipil dan politik. Ini berbahaya karena mengingatkan kita pada dominasi militer di era Orde Baru,” jelasnya.