WahanaNews.co | Dewan
Pimpinan Pusat Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (DPP Apkasindo) menyebut negara
bisa kehilangan pendapatan Rp298,7 triliun jika Rancangan Peraturan Pemerintah
(RPP) Pelaksana Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) Bidang Kehutanan tak segera
direvisi.
Baca Juga:
Kemendag Dorong Kinerja Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan dengan Relaksasi Kebijakan
Pasalnya, dalam aturan turunan itu, sanksi administratif
hanya dapat menyelesaikan persoalan klaim perkebunan sawit rakyat dalam kawasan
hutan yang sudah melalui proses penetapan. Sedangkan, untuk kawasan hutan yang
masih dalam tahap penunjukan, penataan dan pemetaan belum diatur.
Artinya, kebun sawit rakyat yang berada di sebuah wilayah
yang ditunjuk, ditata dan dipetakan sebagai kawasan hutan harus digusur meski
kawasan tersebut belum sah dinyatakan sebagai kawasan hutan.
"Semua orang tahu kalau masih penunjukkan tapal batas,
itu tidak sah kawasan hutan. Tetapi, dalam rpp, tidak melihat itu. Dia (kebun
sawit rakyat di tapal batas) masuk kawasan hutan sehingga harus dilakukan tindakan
1, 2, 3 (kepada petani sawit rakyat)," ucap Ketua Umum DPP Apkasindo Gulat
Manurung dalam diskusi virtual, Selasa (12/1).
Baca Juga:
Antisipasi Bahaya Korsleting dan Kebakaran, PLN UP3 Jambi Himbau Gunakan Instalasi Sesuai SNI
Gulat menyatakan, potensi hilangnya pendapatan negara sangat
besar mengingat perkebunan sawit rakyat yang berada di dalam kawasan hutan
mencapai 3,5 juta hektare. Dari total lahan tersebut, produksi yang dihasilkan
mencapai 10,08 juta ton minyak sawit mentah (CPO) per tahun.
Jika produksi sebesar itu hilang, maka devisa negara bisa
tergerus US$9,5 miliar per tahun. Kemudian potensi bea keluar (yang dimulai per
Januari 2021) juga bisa hilang sebesar US$745,9 juta
Adapula potensi pungutan ekspor (per Januari 2021) yang bisa
menguap US$2,26 miliar dan substitusi impor solar ekuivalen 9 juta ton CPO
(B30) yang menggerus devisa US$8 miliar.
Totalnya, tutur Gulat Manurung, potensi kehilangan
pendapatan negara mencapai US$20,6 miliar atau Rp298,7 triliun (asumsi kurs
Rp14.500 per US$).
"Karena itu kami meminta pada tahap tapal batas atau
pemetaan dikeluarkan dari kawasan hutan karena itu belum sah jadi kawasan
hutan," tandasnya. [dhn]