WahanaNews.co | Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mengaku sangat khawatir dengan kerukunan masyarakat Indonesia
belakangan ini.
Menurutnya, harmoni sosial saat ini terasa
retak dan jauh dari semangat persaudaraan sebagai bangsa.
Baca Juga:
Empat Pimpinan MPR RI Temui SBY Bahas Situasi Bernegara di Indonesia
"Bermula
dari dinamika politik pada Pilkada Jakarta tahun 2017, sepertinya dalam
kehidupan masyarakat kita terbangun jarak dan pemisah yang semestinya tak
terjadi. Terbangun polarisasi yang tajam di antara kita, baik karena faktor
identitas, politik, maupun ideologi," jelas SBY, dikutip dari akun Facebook Susilo
Bambang Yudhoyono pada Minggu (10/1/2021).
SBY menilai, sebagian menganggap
mereka yang tidak sama identitasnya, misalnya agamanya, partai politiknya, dan juga garis ideologinya, adalah
lawan. Untuk bicara pun merasa tidak nyaman.
Garis permusuhan ini bahkan menembus
lingkaran persahabatan yang sudah terbangun lama, bahkan lingkaran-lingkaran
keluarga.
Baca Juga:
Kepemimpinan Prabowo Berpotensi Kombinasikan Gaya Soekarno, Soeharto dan Jokowi & Slogan "Penak Jamanku To?"
"Saya
sungguh prihatin jika lingkaran tentara dan polisi yang harusnya menjadi contoh
dalam persatuan dan persaudaraan kita sebagai bangsa juga tak bebas dari hawa
permusuhan ini. Keadaan ini sungguh menyedihkan dan sekaligus membahayakan masa
depan bangsa kita," tegasnya.
Saat ini, kata SBY, jika polarisasi
antar-kubu politik sangat tajam, kehidupan demokrasi pasti tidak sehat.
Memilih kandidat dan calon-calon
pemimpin, baik di pusat maupun daerah, akan sangat dipengaruhi dan bahkan
ditentukan apakah mereka memiliki identitas, paham ideologi dan politik yang
sama.
Pertimbangan utama dalam memilih
pemimpin, seperti faktor integritas, kapasitas dan kesiapan untuk memimpin,
dianggap tak lagi penting.
Kalau hal begini menjadi kenyataan di
Indonesia, dan dari tahun ke tahun makin ekstrem, bisa dibayangkan masa depan
negeri ini.
"Karenanya,
mumpung belum terlalu jauh divisi dan polarisasi sosial serta politik di negeri
kita, para pemimpin dan semua elemen bangsa harus sadar bahwa sesuatu harus
dilaksanakan. Pembiaran dan inaction adalah dosa dan kesalahan besar,"
pesan pendiri Partai Demokrat itu.
Di sisi lain, ia mengingatkan, jangan
pula ada yang justru menginginkan dan memelihara polarisasi sosial-politik yang
tajam ini untuk kepentingan pribadi dan politiknya.
Kalau ada pihak-pihak yang berpikiran
dan bertindak seperti itu, menurut SBY, mereka bukan hanya tidak bertanggung
jawab tetapi juga tidak bermoral.
Sejarah menunjukkan bahwa bangsa yang
sudah benar-benar terbelah dan terpolarisasi secara tajam, sangat tidak mudah
untuk menyatukannya kembali.
Menutup tulisan tersebut, SBY
menyampaikan permintaan maaf jika ada pihak-pihak yang tak berkenan dengan
artikel ini.
Pasalnya, setiap kali dirinya
menyampaikan pandangan dan pendapat, selalu ada yang salah terima.
Padahal niatnya baik, dan pandangan
yang disampaikan juga tulus sifatnya. Tak ada keinginan untuk menggurui
siapapun.
"Saya
masih membaca berbagai tuduhan dan komentar miring dari kawanan buzzer, setiap
saya menyampaikan pandangan. Rakyat Indonesia tentu tahu bahwa saya pernah
memimpin negeri ini. Saya tahu bahwa persoalan bangsa itu kompleks dan tak
semudah yang dipikirkan masyarakat. Karenanya, saya tak suka dan tak mudah
menyalahkan pemerintah. Sungguhpun demikian, sebagai orang tua dan juga
seseorang yang sangat mencintai negeri ini, tentunya boleh kan saya berpendapat
dan berbicara," tutup SBY, lugas. [dhn]