WAHANANEWS.CO, Jakarta - Fenomena keterlibatan warga Indonesia dalam konflik asing kembali menyita perhatian publik, kali ini dengan kisah tragis seorang mantan prajurit Korps Marinir yang terjerumus ke dalam dunia kelam tentara bayaran.
Satria Arta Kumbara, eks anggota TNI AL, kini menjadi sorotan usai diketahui bergabung dengan militer Rusia untuk bertempur di Ukraina, sebuah keputusan yang bukan hanya berisiko secara hukum, tetapi juga membuatnya kehilangan status sebagai Warga Negara Indonesia.
Baca Juga:
Istri Persit Tewas Ditusuk Suami Oknum TNI di Deli Serdang, Motif Judi Online dan Kekerasan Terungkap
Komandan Korps Marinir Mayor Jenderal TNI (Marinir) Endi Supardi mengungkap bahwa Satria terseret ke jalur itu akibat lilitan utang yang timbul karena kecanduan judi online.
Kepada awak media saat ditemui di Markas Komando Marinir Cilandak, Jakarta Selatan, Kamis (24/7/2025), Endi menjelaskan bahwa Satria awalnya meminjam uang dalam jumlah besar dari beberapa bank pemerintah.
"Angkanya kurang lebih di Rp 750 juta. Mungkin untuk menutup itu dia judi online. Ternyata judi online ini kan tidak membantu, bahkan akan lebih terjerumus ke dalamnya. Sehingga tidak bisa mengatasi itu, dia desersi," ujar Endi.
Baca Juga:
Skandal Judi Online Rp 3,8 Miliar dari Penerima Bansos, Kemensos Gerak Cepat
Endi menjelaskan bahwa pihak Marinir telah memanggil Satria sebanyak tiga kali sejak 2022, bahkan mendatangi kediamannya.
Namun yang bersangkutan tidak pernah muncul, hingga akhirnya dinyatakan desersi dan secara resmi dipecat dari dinas TNI AL pada 2023. Kala itu, Satria berpangkat Sersan Satu, setelah meniti kariernya dari tingkat Tamtama hingga Bintara.
Nasib Satria semakin runyam setelah muncul video dirinya berseragam militer Rusia yang tersebar di media sosial TikTok.
Dalam video tersebut, ia terlihat berada di wilayah konflik Ukraina, memicu reaksi keras dari publik dan pemerintah.
Tidak hanya dipecat, Satria juga menghadapi dampak hukum lain yang lebih serius: hilangnya kewarganegaraan Indonesia.
Menteri Hukum dan HAM, Supratman Andi Agtas, menegaskan bahwa status WNI Satria tidak dicabut melalui keputusan pemerintah, melainkan gugur secara otomatis sesuai ketentuan Pasal 23 huruf d dan e dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan.
"Saya tegaskan, tidak ada proses pencabutan kewarganegaraan Satria Arta Kumbara. Tapi yang bersangkutan kehilangan kewarganegaraan secara otomatis jika terbukti menjadi tentara asing karena sudah melanggar UU Kewarganegaraan RI," kata Supratman pada Rabu (22/7/2025).
Pasal tersebut menjelaskan bahwa WNI akan kehilangan status kewarganegaraannya apabila masuk ke dalam dinas militer negara asing tanpa izin Presiden RI, atau menjabat suatu posisi yang menurut hukum Indonesia hanya boleh diisi oleh WNI.
Meski hingga kini belum ada laporan resmi yang disampaikan kepada Kemenkumham terkait status Satria sebagai tentara bayaran Rusia, Supratman menegaskan bahwa bukti keterlibatan akan membuat statusnya gugur secara otomatis.
Namun, ia juga membuka ruang bagi Satria untuk kembali menjadi WNI melalui jalur naturalisasi.
Permohonan tersebut, menurut Supratman, dapat diajukan langsung kepada Presiden RI melalui Menteri Hukum, sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2006 dan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pewarganegaraan.
Kepala Dinas Penerangan TNI AL (Kadispenal), Laksamana Pertama TNI Tunggul, juga menegaskan bahwa pihak TNI AL tidak memiliki kewenangan atau niatan untuk menerima kembali Satria sebagai anggota.
Ia mengacu pada putusan tetap dari Pengadilan Militer II-08 Jakarta, yang menyatakan bahwa Satria terbukti sah melakukan tindak pidana desersi sejak 13 Juni 2022.
Putusan perkara bernomor 56-K/PM.II-08/AL/IV/2023 tersebut menetapkan hukuman penjara satu tahun dan pemecatan dari dinas TNI, yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap sejak 17 April 2023.
“Akta Putusan Telah Memperoleh Kekuatan Hukum Tetap (AMKHT) ditetapkan pada 17 April 2023, menandakan bahwa keputusan tersebut sah dan tidak dapat diganggu gugat,” ujar Tunggul.
Dalam pernyataan terakhirnya, Endi Supardi mengingatkan masyarakat tentang bahaya laten judi online yang menjadi akar dari tragedi ini.
"Judi online ini mungkin musuh kita bersama, yang harus kita tumpas. Karena ini merusak cara berpikir kita, cara kehidupan kita yang tadinya sederhana jadi hedonis, rata-rata seperti itu," tegasnya.
Kisah Satria Arta Kumbara menjadi cermin getir betapa cepatnya seseorang bisa jatuh dari kehormatan militer menjadi pengembara tanpa negara, akibat keputusan-keputusan fatal yang bertumpuk.
Kini nasibnya tergantung pada belas kasihan negara yang pernah ditinggalkannya.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]