WahanaNews.co | Pengamat intelijen, Suhendra Hadikuntono, mengaku
siap jadi penjamin untuk penangguhan penahanan Muhammad Rizieq Shihab (MRS).
Suhendra, yang juga inisiator Jokowi Presiden Tiga Periode itu, mengaku siap jadi jaminan bagi Rizieq, asalkan pentolan Front Pembela Islam (FPI) tersebut
mau membuka, siapa yang selama ini menjadi user atau pihak yang menggunakan "jasa"-nya.
Baca Juga:
HRS Sebut ‘Negara Darurat Kebohongan’, Pengacara: Itu Dakwah
"Bagi saya, MRS ini hanya pion atau
bidak catur. User atau pihak yang
memainkan dia dari belakang layar, pasti ada. Nah, kalau dia mau buka, siapa user-nya, saya
siap menjadi penjamin penangguhan penahanan dia," ungkap Suhendra, Sabtu (19/12/2020).
Menurutnya, hal senada itu pun sempat dia ungkapkan di sela-sela acara pengukuhan pengurus Perkumpulan
Pemilik Izin Khusus Senjata Api Bela Diri Indonesia (PERIKSHA) 2020-2025 di
Jakarta, belum lama berselang, yang dihadiri
Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo (Bamsoet), dan mantan Wakapolri, Komjen Pol (Purn) Nanan
Sukarna.
"Kita harus tahu, apakah ada agenda
asing yang bermain di sini, ataukah dalam
negeri yang ingin menciptakan instabilitas politik dan keamanan nasional. Jadi, jangan mengejar asap, tapi kejar titik apinya," tegas Suhendra
lagi.
Baca Juga:
Habib Rizieq Bebas, Ini Respon Pecinta HRS di Majalengka
Menurut dia, kinerja intelijen, yang seharusnya menjadi lini terdepan sebagai mata dan
telinga negara, justru tumpul, bahkan sama sekali tidak berfungsi.
"Ini kemunduran kita dalam berbangsa
dan bernegara. Mestinya kita mampu menangkap sinyal Presiden. Ingat, intelijen
itu tersirat, bukan tersurat. Hal yang terjadi selama ini ibarat "obat datang
nyawa putus", alias selalu terlambat," jelas tokoh
nasional ini.
Suhendra meyakini, pihak user MRS sudah
memetakan anatomi kelemahan dengan dampak sosial yang luar biasa.
"Nah, intelijenlah yang atur itu
operasi, dengan risiko minim dan tanpa dampak sosial. Ingat ya, kita ini
negara nomor 4 terbesar di dunia. Standar tinggi yang diharapkan Bapak Presiden
harus dicapai, bukan mencari pembenaran sendiri dan menyalahkan pihak lain,"
ujarnya.
"Coba kembali kita ingat bersama
ketika peristiwa bom Thamrin, Jakarta, terjadi. Waktu itu, saya mengendus, pihak user, melalui salah satu selnya, akan mengajukan Indonesia ke Amnesti Internasional. Sebelum hal
itu terjadi, saya langsung operasi counter
media, dan mereka kaget karena ketahuan, sehingga tidak meneruskan niatnya,
sebab saya sudah mendahuluinya. Silakan dicek jejak digital saya di
media-media," lanjut Suhendra.
Tapi, bagi
Suhendra, yang terpenting user
tersebut sudah lebih maju selangkah, karena memiliki keberanian mengajukan
Indonesia ke Amnesti Internasional.
Hal ini memotivasi mereka, karena merasa sudah pernah menang dalam kasus melawan pemerintah Israel, terkait kasus Mark Namara.
"Ini yang luput dari radar kita.
Inilah salah satu opsi yang akan diambil user
MRS. Jangan sampai situasi ini menggangu kinerja Pak Jokowi. Saya sangat
berharap Pak Jokowi lanjut tiga periode, agar
pembangunan bisa berkelanjutan, karena Indonesia butuh eksekutor seperti
beliau," tandasnya. [qnt]