Dilansir dari Investopedia, istilah ini merujuk pada uang yang dihabiskan pemerintah untuk proyek-proyek dengan nilai yang dipertanyakan. Dana itu diduga digunakan anggota-anggota Kongres demi kepentingan distrik asal mereka dan keuntungan politik mereka sendiri.
Awal mula istilah gentong babi
Baca Juga:
Bobby-Surya Unggul Jauh Jelang Pilgubsu 2024: Survei Tunjukkan Dominasi
Secara harfiah, kata gentong babi berasal dari awal 1700-an. Istilah ini mengacu pada daging babi yang diasinkan dan diawetkan dalam gentong kayu yang masing-masing menampung lebih dari 30 galon sebelum didinginkan.
Tom Wakeford dan Jasber Singh dalam bukunya yang berjudul "Towards Empowered Participation: Stories and Reflections" menuliskan bahwa pemilik budak di AS biasa memberikan daging-daging babi asin dalam gentong kepada para budaknya.
Para budak ini dibayar dengan babi dalam gentong. Demi mendapatkan bayaran itu, mereka saling berebutan mengambilnya, demikian dikutip The Sydney Morning Herald.
Baca Juga:
Bobby-Surya Jauh di Depan: Elektabilitas Meroket Jelang Pilgubsu 2024
Pada 1863, penulis dan sejarawan Edward Everett Hale menerbitkan cerita "The Children of the Public" yang menggambarkan pengeluaran yang dihabiskan pemerintah untuk rakyat.
Sekitar 10 tahun setelahnya, frasa politik gentong babi pun muncul yang berarti kucuran dana publik oleh seorang politikus demi kepentingan sekelompok kecil golongan guna mendapatkan dukungan dalam bentuk suara atau sumbangan kampanye.
Di era modern, gentong babi kemudian diartikan sebagai pengeluaran boros untuk proyek-proyek pekerjaan umum lokal yang nilainya meragukan atau mencurigakan. Proyek-proyek itu hanya bernilai bagi mereka yang ingin mendapatkan suara pemilih.