WahanaNews.co | Sembilan orang mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) membahas pencopotan hakim MK Aswanto oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Sabtu (1/10) kemarin.
"Kami tadi bertemu karena para mantan ini concern dengan masalah ini, maka semua dengan waktu mendadak kita bikin. Sebab kalau terlalu telat, Senin, Selasa, aduh, kita mau cepat-cepat," kata mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie di Gedung MK, Jakarta.
Baca Juga:
Babak Baru UU Cipta Kerja: MK Menangkan Gugatan, Revisi Menyeluruh Segera Dilakukan
Jimly mengatakan, selain dirinya ada empat mantan hakim MK yang mengikuti pertemuan secara langsung yakni Mahfud MD, Hamdan Zoelva, dan Maruarar Siahaan.
Sedangkan, lima hakim lainnya mengikuti pertemuan secara virtual yakni Laica Marzuki, Harjono, Maria F. Indrati, Achmad Sodiki, dan I Dewa Gede Palguna.
Sementara, MK diwakili oleh Sekretaris Jenderal Guntur Hamzah karena Ketua MK Anwar Usman sedang berada di Nusa Tenggara Barat.
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
"Karena ketuanya tidak ada, dengan Sekjen saja, karena kita juga perlu klarifikasi dengan sekjen kan, karena dia yang menjadi pengganti," ujar Jimly.
Ia menuturkan, dalam pertemuan ini, para mantan hakim MK mengusulkan agar Presiden Joko Widodo tidak meneken keputusan presiden mengenai pemberhentian Awanto.
Sebab, mereka menilai pemberhentian Aswanto oleh DPR melanggar konstitusi dan didasari oleh kesalahpahaman DPR atas surat yang dikirimkan MK.
Jimly mengatakan, MK mengirim surat kepada DPR untuk mengonfirmasikan ketentuan Undang-Undang MK hasil revisi di mana masa jabatan hakim MK kini berdasarkan usia hakim.
Namun, menurut dia, DPR justru memaknai surat itu sebagai permintaan konfirmasi mengenai kelanjutan masa jabatan hakim MK yang dipilih oleh DPR.
"Ini dia jawab dengan tindakan, mengadakan pemberhentian dan pergantian. Jadi seolah-olah konfirmasi yang dimaksud adalah konfirmasi dari DPR, padahal yang dimaksud MK bukan begitu," ujar dia.
Menurut Jimly, Mahfud selaku Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan telah mencatat usul tersebut dan akan membahasnya bersama pemerintah.
"Ya dicatat, rajin dia mencatat, tapi jawabannya formal begitu. Karena dia kan Menko, dia akan membicarakan itu di level pemerintah karena ini masalah serius," kata Jimly.
Sebagaimana diketahui, DPR secara mendadak mencopot Hakim MK Aswanto dari posisinya dan menggantikannya Sekretaris Jenderal (Sekjen) Mahkamah Konstitusi Guntur Hamzah.
Pergantian itu disahkan oleh DPR dalam Rapat Paripurna ke-7 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2022-2023, Kamis (29/9/2022).
Ketua Komisi III Bambang Wuryanto mengatakan, Aswanto diganti karena menganulir produk undang-undang yang dibuat oleh DPR padahal ia merupakan hakim konstitusi yang dipilih oleh DPR.
"Tentu mengecewakan dong. Ya gimana kalau produk-produk DPR dianulir sendiri oleh dia, dia wakilnya dari DPR. Kan gitu toh," ujar Bambang.
"Dasarnya Anda tidak komitmen. Enggak komit dengan kita. Ya mohon maaflah ketika kita punya hak, dipakailah," imbuh politisi PDI-P tersebut. [qnt]