WahanaNews.co | Ketua Harian Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Irjen (Purn) Benny Mamoto sepakat dengan pernyataan Menko Polhukam Mahfud MD soal adanya pihak yang ingin memengaruhi vonis Ferdy Sambo dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Benny menduga, Bisa jadi mereka yang ingin Sambo dihukum ringan atau bahkan dibebaskan merupakan pihak-pihak yang berutang budi terhadap mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu.
Baca Juga:
Perjalanan Vonis Ferdy Sambo dari Hukuman Mati Jadi Penjara Seumur Hidup
"Bagi mereka-mereka yang dulu pernah ditolong, pernah dibantu, tentunya utang budi pada yang bersangkutan," kata Benny, melansir dari Kompas TV, Selasa (24/1/2022).
"Inilah yang bisa diminta ataupun tidak mereka akan berusaha bagaimana menolong balik untuk yang bersangkutan ini nanti bisa dihukum yang seringan-ringannya," tuturnya.
Menurut Benny, sewaktu masih menjabat, Sambo punya pengaruh yang besar di internal Polri. Bagaimana tidak, dia menjabat sebagai Kadiv Propam dengan pangkat jenderal bintang dua atau irjen.
Baca Juga:
Seluruh Tergugat Tak Hadir, Sidang Gugatan Rp 7,5 M Keluarga Brigadir J Ditunda
Dengan perjalanan karier di kepolisian yang hampir 30 tahun, Sambo dipastikan punya jejaring luas di internal Polri.
Hubungan-hubungan personal yang sudah lama terbangun inilah yang lantas menimbulkan rasa utang budi sehingga pihak-pihak yang dekat dengan Sambo ingin membantu mantan perwira tinggi Polri itu dalam kasus ini.
"Caranya tentunya berbagai macam cara bisa ditempuh karena mereka juga tahu bagaimana proses hukum ini berjalan, siapa yang harus ditemui, dan lain sebagainya," ujar Benny.
Benny menilai, Sambo berulang kali berupaya meloloskan diri dari jerat kasus ini. Sejak awal, mantan jenderal bintang dua Polri itu menyusun skenario palsu soal kematian Brigadir J untuk mengelabui semua orang.
Setelah dipecat dari Polri pun, Sambo tak terima dan berupaya mengajukan banding melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), meski akhirnya permohonan itu dicabut.
Oleh karenanya, Benny mengatakan, para penegak hukum harus terus waspada. Masyarakat juga diminta tetap mengawal kasus ini hingga tuntas.
"Upaya-upaya ini tentunya akan dilakukan terus dengan berbagai macam cara. Memang seseorang yang terkena proses hukum pasti akan berusaha untuk bagaimana seringan mungkin atau mungkin bebas dengan berbagai macam upaya," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam Mahfud MD menyebut soal adanya gerakan bawah tanah yang bergerilya untuk memengaruhi vonis Ferdy Sambo dan kawan-kawan di kasus pembunuhan Brigadir J.
Menurut Mahfud, ada pijak yang meminta Sambo dihukum ringan, bahkan ada yang meminta bekas Kadiv Propam Polri itu dibebaskan.
"Saya sudah mendengar ada gerakan-gerakan yang minta, memesan, putusan Sambo itu dengan huruf, ada juga yang meminta dengan angka," kata Mahfud di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Kamis (19/1/2023), dikutip dari Kompas TV.
Namun demikian, menurut Mahfud, kejaksaan bakal tetap independen dalam menangani kasus ini.
"Ada yang bergerilya, ada yang ingin Sambo dibebaskan, ada yang ingin Sambo dihukum, kan begitu. Tapi kita bisa amankan itu, di kejaksaan, saya pastikan kejaksaan independen," ujarnya.
Adapun Ferdy Sambo dituntut hukuman pidana penjara seumur hidup oleh jaksa penuntut umum (JPU) dalam kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J.
Dalam perkara yang sama, Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf, dan Ricky Rizal dituntut hukuman pidana penjara 8 tahun. Sementara, Richard Eliezer atau Bharada E dituntut hukuman pidana penjara 12 tahun.
Pada pokoknya, kelima terdakwa dinilai jaksa terbukti bersalah melakukan tindak pidana melakukan pembunuhan terhadap Yosua yang direncanakan terlebih dahulu sebagaimana diatur dan diancam dalam dakwaan Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP.
Berdasarkan dakwaan jaksa penuntut umum, kasus pembunuhan Brigadir J dilatarbelakangi oleh pernyataan istri Sambo, Putri Candrawathi, yang mengaku telah dilecehkan oleh Yosua di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022).
Pengakuan yang belum diketahui kebenarannya itu lantas membuat Sambo marah hingga menyusun strategi untuk membunuh Yosua.
Disebutkan bahwa mulanya, Sambo menyuruh Ricky Rizal atau Bripka RR menembak Yosua. Namun, Ricky menolak sehingga Sambo beralih memerintahkan Richard Eliezer atau Bharada E.
Brigadir Yosua dieksekusi dengan cara ditembak 2-3 kali oleh Bharada E di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022). Setelahnya, Sambo menembak kepala belakang Yosua hingga korban tewas.
Mantan perwira tinggi Polri itu lantas menembakkan pistol milik Yosua ke dinding-dinding rumah untuk menciptakan narasi tembak menembak antara Brigadir J dan Bharada E yang berujung pada tewasnya Yosua. [rna]