WahanaNews.co | Ahli hukum tata negara sekaligus pengamat politik
Indonesia, Refly Harun,
mengeluarkan pernyataannya soal Presiden Republik Indonesia,
Joko Widodo alias Jokowi.
Sebelumnya, Refly sempat ditunjuk oleh Menteri Koordinator
Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, sebagai Ketua Tim Anti-Mafia Mahkamah Konstitusi.
Baca Juga:
Jokowi Dikabarkan Kritis dan Masuk RS, Ternyata Cuma Video Lama di Malioboro
Permintaan
itu dikeluarkan usai Refly menduga adanya mafia hukum di Mahkamah Konstitusi
(MK). Selain itu, ia pun dikenal sebagai pribadi yang kritis.
Pada
unggahan akun YouTube miliknya, Kamis (29/10/2020), ia mengatakan, Presiden Jokowi sebenarnya tak nyaman berada di Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan (PDIP).
Sebab, menurutnya, Jokowi tak pernah menjadi nomor satu, meski jabatannya kini sebagai Presiden.
Baca Juga:
Tanpa Nama Jokowi, Tiga Kandidat Berebut Kursi Ketum PSI Via E-Voting 12–18 Juli
Ia pun
memprediksi keinginan Presiden Jokowi yang akan membangun "politik dinasti"-nya sendiri.
"Dinasti" tersebut pun tak hanya berasal dari PDIP, namun bisa dari kelompok atau partai lain.
Refly juga membahas perihal hubungan antara Presiden Jokowi dengan Megawati Soekarnoputri dan PDIP sendiri.
"Ini
terkait dengan Presiden Jokowi pasca-2024. Kalau
sekarang, Presiden Jokowi
dan PDIP saling membutuhkan, tentunya. Karena, kita tahu, PDIP adalah tulang punggung dari Jokowi sebagai partai pendukung, dan sebagai partai dengan kursi
terbesar tentu peran PDIP sangat signifikan, termasuk juga peran Megawati
Soekarnoputri," ujarnya.
Ia
menambahkan bahwa lingkaran Presiden Jokowi tidak hanya
berada dalam PDIP dan Megawati Soekarnoputri.
Bahkan, dalam penetapan UU Cipta Kerja, Jokowi justru terlihat dekat dengan Pimpinan Partai Golkar, Airlangga Hartarto, yang juga dekat dengan pengusaha.
"Sebenarnya, kalau bicara kedekatan, justru terlihat Presiden
Jokowi tidak nyaman dekat dengan kalangan PDIP sendiri. Sederhana, karena di PDIP dia tidak pernah menjadi orang nomor satu, misalnya dalam
sebuah kesempatan Megawati sudah mengindikasikan akan turun pasca-pemilu 2024, tidak ada jaminan juga Presiden Jokowi akan mendapat tempat di PDIP pasca-menjadi Presiden," ujarnya.
Menurutnya,
secara formal, Jokowi bisa dijadikan Wakil Ketua Pembina atau jabatan seremonial lainnya.
Namun, berdasarkan keterangannya, sang Presiden mungkin tidak langsung memiliki pengaruh besar di PDIP, lantaran Puan Maharani
dianggap lebih kuat dan lebih berhak untuk memimpin
di PDIP.
"Dalam
spektrum itulah Jokowi berasal, tapi bisa juga dia membangun kekuatan non-partai, sebagaimana yang dilakukan presiden
dahulu, misalnya Habibie dengan Habibie
Center-nya, juga Abdurrahman Wahid membentuk Abdurrahman Center," tambahnya.
Menurutnya,
pilihan Jokowi pasca-2024, adalah
tetap di PDIP atau membentuk
kekuatan sendiri.
Kekuatan utama Jokowi hingga saat
ini justru ada pada kekuatan non-parpol,
para relawan yang masih setia, dan bisa jadi kekuatan inilah yang akan
digunakan untuk membuat jalur politik sendiri.
Dalam penilaian Refly,
spekulasi Jokowi untuk meninggalkan PDIP memang masuk akal, tetapi tidak
sekarang.
"Mungkin menjelang Pilpres 2024, di mana konstelasi akan
berubah. Misalnya,
PDIP mencari jalannya sendiri, menunjuk calon sendiri, tapi Jokowi bisa mencari jalan lain," katanya. [dhn]