WahanaNews.co | Dugaan kekerasan seksual, kekerasan fisik, hingga
eksplotasi ekonomi di Sekolah Menengah Atas Selamat Pagi Indonesia (SPI), Kota Batu, Jawa Timur, terus mendapat perhatian Komnas
Perllindingan Anak (PA).
Komnas PA menyebut bahwa kejadian itu
tidak hanya terjadi di satu tempat.
Baca Juga:
Dinilai ‘Black Campaign’, Kuasa Hukum Heri-Sholihin Laporkan IL ke Mabes Polri
Pernyataan itu diamini oleh para
korban.
Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait, menjelaskan bahwa berdasarkan keterangan dari para korban,
peristiwa yang menimpa mereka bahkan terjadi hingga di rumah terduga
pelaku.
Fakta-fakta terbaru ini juga sudah
disampaikan ke Polda Jatim dan tengah diselidiki.
Baca Juga:
Mensos Minta Pelaku Kekerasan Seksual di Sekolah Harus Dihukum Berat
Terduga pelaku, JE, disebut menggunakan berbagai pendekatan untuk meyakinkan para
korbannya.
"Bahkan sampai di luar negeri
juga, hingga di kapal pesiar. Jadi, aksi tersebut memang terencana," katanya, saat melakukan konferensi pers dengan korban, di Kota Batu, Sabtu
(19/6/2021).
Lebih jauh, Arist menambahkan bahwa
agar para target tidak curiga, terduga pelaku kerap mengajak anak-anak tersebut
untuk datang ke rumah pribadinya.
Secara bergantian, sekitar 7 hingga 12
anak diajak datang ke rumahnya di Surabaya dan menginap tiga sampai lima hari.
Alasan yang digunakan adalah untuk training bagi siswa.
Terkadang, dalam
proses tersebut, anak-anak didampingi oleh pembina lain.
Kemudian, setelah
malam hari, terduga pelaku mulai melakukan aksinya dengan memanggil satu per
satu korban secara bergantian.
"Untuk pastinya, siapa saja yang dipanggil, kami
tidak bisa memberi tahu. Karena, jam memanggilnya berbeda-beda.
Biasanya dia memanggil satu persatu tengah malam. Karena dalam masa training itu mereka tidak ada batasan
waktu," tambahnya.
Dengan kondisi seperti itu, Arist pun
menyebut pemanggilan terhadap pelaku yang dilakukan oleh polisi cukup tepat.
Apalagi, dua alat bukti, yaitu hasil
visum, serta keterangan saksi, sudah dikantongi.
Bahkan, belakangan juga ada bukti lain
berupa dokumen video.
"Juga ada dokumen foto dan
testimoni. Ini tentu sudah memenuhi kebutuhan alat bukti. Malahan saya melihat
bahwa seharusnya dua alat bukti saja sudah cukup untuk melangkah pada penetapan
tersangka," sambungnya.
Terpisah, salah satu korban yang
enggan disebut namanya menyebut bahwa sebenarnya tujuan dari anak-anak dibawa
ke rumah pribadi dari terduga pelaku dinilai cukup baik.
Setibanya di sana, mereka ditunjukkan
keberhasilan-keberhasilan yang sudah dicapai oleh terduga pelaku untuk
memotivasi.
"Dalam satu kelompok yang
dipanggil biasanya selalu ada siswa laki-laki. Tetapi memang lebih banyak
perempuannya," jelasnya.
Salah satu korban tersebut juga
berharap bahwa kepolisian bisa segera menyelesaikan kasus tersebut.
Pasalnya, dirinya dan korban lain
sudah memberikan kesaksian dan berharap terduga pelaku segera ditangkap dan
diproses secara hukum.
Di sisi lain, ia juga berharap agar
sekolah SPI tetap ada namun dikelola dengan cara yang lebih baik.
"Karena jika tidak segera
dihentikan itu dikhawatirkan akan ada korban lain. Karena memang saat awal
perekrutan memang janjinya manis-manis hingga kami terbawa," tandasnya. [dhn]