WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kakek Masir (75) harus menghadapi hukum di meja pengadilan setelah memburu liar burung kicau di Taman Nasional Baluran.
Melansir Kompas.com, Kamis (11/12/2025) Masir seorang pemikat burung kicau warga Dusun Sejar Putih, Desa Sumberanyar, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Situbondo Provinsi Jawa Timur yang harus tertunduk lesu setelah mendengar bacaan putusan jaksa penuntut umum.
Baca Juga:
SPPG Situbondo Mulai Beroperasi Layani 2.832 Siswa Penerima Program Makan Bergizi Gratis
Masir mendadak berurusan hukum setelah aksinya memburu burung di tempat yang tidak seharusnya.
Kakek 75 tahun itu memikat burung kicau yang ada di Hutan Baluran dan akhirnya ditangkap oleh penjaga Taman Nasional Baluran, pada tahun 2024 lalu.
Masir yang merupakan pemikat burung kicau dituntut dua tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) karena aksinya menangkap burung di kawasan Taman Nasional Baluran.
Baca Juga:
Kasus Pembakaran Anak 10 Tahun oleh 4 Temannya di Situbondo Diperiksa Polisi
Humas Pengadilan Negeri (PN) Situbondo, Hardi Polo menyatakan bahwa JPU membacakan tuntutan hukuman selama dua tahun penjara sesuai aturan yang berlaku.
"Iya pembacaan tuntutan kemarin pada Kamis 4 Desember (2025)," kata Hardi saat dikonfirmasi pada Selasa (9/12/2025).
Menurut dia, dalam tuntutannya, jaksa merujuk Pasal 40 B ayat (2) huruf b jo Pasal 33 ayat (2) huruf g Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Dalam Undang-undang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem tersebut ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara dengan denda maksimal Rp 100 juta bagi pelaku pemburu dan pemikat burung.
Sementara itu, bagi penebang liar di taman nasional diancam hukuman penjara maksimal 1 tahun penjara dan denda sebesar Rp 50 juta. Sedangkan penebang pohon diancam hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 200 juta.
Menurut dia, hanya putusan hakim yang menentukan terdakwa akan dipenjara atau tidak diberlakukan kurungan.
"Restorative justice tidak ada, menunggu putusan hakim," kata Hardi.
[Redaktur: Alpredo Gultom]