WahanaNews.co | Ketua DPP PDIP, Djarot
Syaiful Hidayat, mengatakan, partainya menolak pelaksanaan Pilkada 2022 dan
2023 yang tercantum di dalam draf Revisi Undang-Undang Pemilihan Umum (RUU
Pemilu).
Djarot
menegaskan, sikap partai tersebut tidak ada kaitannya dengan upaya untuk
menghambat Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, dan kepala daerah lainnya.
Baca Juga:
Perludem: Penolak Revisi UU Pemilu Alami Amnesia Elektoral
Diketahui, di dalam draf RUU Pemilu, dimuat ketentuan bahwa Pilkada
digelar 2022 dan 2023.
Salah
satu Pilkada yang akan digelar pada 2022 adalah Pilgub DKI Jakarta.
Sementara,
dalam UU Nomor 10 Tahun 2016, disebutkan Pilkada serentak ditetapkan pada November 2024.
Baca Juga:
Revisi UU Pemilu, Perludem: KPU Cuma Membeo
Sehingga,
jabatan kepala daerah yang berakhir pada 2022 akan diisi pejabat sementara, termasuk Anies Baswedan.
"Jelas
tidak benar (menghambat panggung politik Anies Baswedan). Tidak terkait dengan Pak
Anies Baswedan juga gubernur-gubernur yang lain seperti Jabar, Jatim, Jateng
dan seterusnya, UU-nya juga diputuskan di tahun 2016 atau sebelum Pilgub
DKI," kata Djarot, saat dihubungi wartawan, Jumat (29/1/2021).
Djarot
mengatakan, sebaiknya pelaksanaan Pilkada tetap dilangsungkan pada 2024 sesuai
amanat UU Nomor 10 Tahun 2016.
Sebab,
hal ini salah satu bentuk konsolidasi antara Pemerintah Daerah dan Pemerintah
Pusat.
Selain
itu, ia mengatakan, saat ini Indonesia masih menghadapi pandemi Covid-19 yang
tidak dapat diprediksi kapan bisa diatasi.
Oleh
karenanya, menurut Djarot, sebaiknya energi pemerintah digunakan memperkuat
penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi.
"Di
samping kita juga harus mengevalusi pelaksanaan Pilkada serentak 2020 yang
dilaksanakan di masa pandemi," ujarnya.
Sebelumnya,
pengajar Komunikasi Politik Universitas Paramadina, Hendri
Satrio, mengatakan, gelaran Pilkada serentak di 2024 bisa
membuat Calon Presiden potensial dari kepala daerah kehilangan momentum.
Sebab, Pilkada
serentak di tahun tersebut akan berbarengan dengan Pemilihan Presiden.
Sementara,
sejumlah nama yang belakangan masuk bursa Calon Presiden, seperti Gubernur DKI
Jakarta, Anies Baswedan, dan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil,
menyelesaikan masa jabatannya pada 2022 dan 2023.
"Anggap
Anies 2022 selesai, lalu baru dilaksanakan Pilkada serentak 2024, itu
momentumnya akan susah lagi didapat. Kalau momentum susah didapat, maka karier
politik akan sulit dikejarnya," kata Hendri, saat dihubungi wartawan, Jumat
(29/1/2021).
Ia
mengatakan, dalam politik, kekuasaan atau kemenangan merupakan tujuan akhir.
Menurut
Hendri, pro dan kontra antarpartai soal revisi UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017
bisa juga dilihat sebagai bagian dari upaya meraih atau mempertahankan
kekuasaan itu.
Salah
satu agenda revisi UU Pemilu adalah mengubah jadwal Pilkada serentak 2024 menjadi 2022
dan 2023.
Maka,
akan ada perubahan pada UU Pilkada.
"Dalam
politik, kekuasaan atau kemenangan adalah tujuan akhir. Maka ini adalah salah
satu cara untuk mendapatkan kekuasaan dari petahana," ucap Hendri.
Hendri
sendiri berpendapat, lebih baik jadwal Pilkada serentak dikembalikan menjadi 2022 dan 2023.
Hal ini
bercermin dari gelaran Pemilu Serentak 2019 yang menyebabkan banyak petugas
kelelahan hingga meninggal dunia. [qnt]