WahanaNews.co | Total uang suap ekspor benih lobster atau
benur yang melibatkan Menteri Kelautan dan
Perikanan (KKP), Edhy
Prabowo, lebih dari Rp 11
miliar.
Jumlah tersebut berasal dari pengurusan
izin ekspor di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pengiriman kargo benih
lobster ke luar negeri melalui PT Aero Citra Kargo (ACK).
Baca Juga:
Program Makan Gratis, Menteri KKP: Menu Ikan Harus Disesuaikan dengan Wilayahnya
Menurut Plt Juru Bicara Bidang
Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri, angka tersebut diperoleh berdasarkan
perhitungan penyidik sejak Rabu (25/11/2020) malam hingga Kamis (26/11/2020)
dinihari.
Dari jumlah itu, Edhy Prabowo diduga
menggunakan USD 100.000 atau hampir Rp 1,5
miliar untuk membeli sepeda mewah.
Menurut Ali, uang USD 100.000 diterima secara tunai melalui tersangka Safri
(Staf Khusus Menteri KP sekaligus Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas
Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster KKP) dan tersangka Amril Mukminin
(pemegang PT ACK).
Baca Juga:
Mengerikan, Menteri Trenggono Ingatkan Semakin Banyak Orang Kurang Pangan di Dunia
"Jadi, uang USD 100.000
dari tersangka SJT (Sarjito) itu dipakai EP (Edhy Prabowo) untuk beli sepeda.
Sepedanya itu yang ditunjukkan sebagai barang bukti saat konferensi pers
terkait OTT dan penetapan tersangka," kata Ali di Gedung Merah Putih KPK,
Jakarta, Kamis (26/11/2020).
Berdasarkan kronologi yang disampaikan
dalam konferensi pers KPK, angka uang terdiri dari beberapa tahap.
Pertama, Rp 731.573.564 berasal dari tersangka Sarjito, ditransfer
melalui rekening PT DPP ke rekening PT ACK.
Uang masuk dalam total Rp 9,8 miliar ke rekening PT ACK. Karenanya Rp 9,8 miliar diduga berasal dari beberapa perusahaan
yang mengurusi izin di KKP dan pengiriman kargo benih lobster
(benur) ke luar negeri melalui PT ACK.
Kedua, Mei
2020, sebesar USD 100.000
diberikan Sarjito ke Edhy Prabowo melalui Safri Amril Mukminin.
Ketiga, Safri
dan tersangka Andreau Pribadi Misanta selaku Staf Khusus Menteri KKP juga
selaku Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due
Diligence) menerima Rp 436 juta
dari tersangka penerima suap Ainul Faqih (staf istri Menteri KKP).
Jika menggunakan kurs Bank Indonesia per
29 Mei 2020, uang sejumlah USD 100.000
setara Rp 1,48 miliar.
Jika dijumlahkan Rp 1,48 miliar dengan Rp 9,8
miliar dan Rp 436 juta, maka total dugaan suap sebesar Rp 11,717 miliar.
Masih berdasarkan kronologi, Rp 9,8 miliar diduga tadi ditarik dan masuk ke rekening
pemegang PT ACK Ahmad Bahtiar dan tersangka Amril Mukminin dengan total yang
sama, yakni Rp 9,8
miliar.
Berikutnya, pada 5 November 2020, diduga dilakukan transfer dari
rekening Bahtiar ke rekening salah satu bank atas nama tersangka Ainul Faqih
sebesar Rp 3,4 miliar.
Uang tersebut diperuntukkan bagi
keperluan tersangka Edhy Prabowo, istri Edhy sekaligus anggota Komisi V DPR
dari Fraksi Partai Gerindra, Iis
Rosyati Dewi, tersangka Safri, dan tersangka Staf Khusus Menteri KKP sekaligus
Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (due
diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster KKP, Andreau Pribadi Misata.
Antara lain dipergunakan untuk belanja
barang mewah oleh Edhy dan Iis di Honolulu, Amerika Serikat, kurun 21 hingga 23 November 2020, sejumlah sekitar Rp 750
juta. Di antaranya berupa Jam tangan rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy.
Deputi Bidang Penindakan KPK Inspektur
Jenderal Polisi Karyoto menyatakan, penyidik telah mengantongi sejumlah alat
bukti sehubungan dengan penyidikan kasus dugaan suap ini.
Di antaranya, kata dia, sejumlah kartu anjungan tunai mandiri
(ATM), bukti dokumen transaksi transfer dan penarikan uang, bukti transaksi
dalam rekening PT ACK yang dipakai sebagai penampung uang dengan total Rp 9,8 miliar, sadapan percakapan para pihak, hingga
bukti berupa sepeda, jam tangan rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy.
"Untuk barang bukti yang sudah
disita termasuk sepeda nanti akan dikonfirmasi kepada para saksi dan tersangka,
termasuk terkait dengan harga sepeda tersebut. Yang pasti penyitaan barang
bukti itu ada hubungannya dengan kasus ini," kata Karyoto. [dhn]