Dalam UUPA memang pihak yang mengklaim mewarisi tanah peninggalan keluarganya dari barat bisa dikonversi dan menjadi hak miliknya (Eigendom Verponding). Namun, konversi tanah Eigendom Verponding hanya bisa dilakukan sampai 1980.
Berbekal dokumen tersebut, keluarga Muller menggugat warga di Pengadilan Negeri Kota Bandung pada 2016 atau 40 tahun setelah tenggat konversi. Kemudian, mereka juga menjalani banding di Pengadilan Tinggi (2017).
Baca Juga:
Saat Iringan Jenazah Lukas Enembe Rusuh, Kapolda Papua Jadi Sasaran Amuk Massa
Keluarga Muller memberikan kuasa kepada kuasa hukum dari PT Dago Intigraha (sebagai penggugat IV). Melalui PT Dago Intigraha, keluarga Muller menggugat warga Dago Elos yang terdiri dari 335 orang yang tinggal di Kampung Cirapuhan dan Dago Elos RW 1, RW 2, dan RW 3.
Mereka juga maju sampai tingkat kasasi. Namun, mereka kalah dengan keluarnya Putusan Kasasi Nomor 934.K/Pdt/2019. Dalam putusan itu, pengadilan menyatakan tenggat waktu konversi Eigendom Verponding sudah berakhir.
Tak menyerah, Keluarga Muller melakukan Peninjauan kembali (PK). Pada tingkat itu, mereka memenangkan gugatan dan warga Dago Elos terancam diusir.
Baca Juga:
Penganiayaan dan Penjarahan di Pasar Kutabumi Tangerang, Puluhan Pedagang Luka-luka
Warga Dago Elos dan tim kuasa hukumnya menganggap pengakuan tertulis dalam PAW yang menyebut Georgius Hendrikus Wilhelmus Muller adalah 'kerabat dari Ratu Wilhelmina Belanda yang ditugaskan di Indonesia' tidaklah benar.
Mereka menganggap keluarga Muller telah memberikan keterangan tidak benar di depan hakim Pengadilan Agama Cimahi, Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, hingga Mahkamah Agung.
Oleh sebab itu, warga dan tim advokasinya melaporkan dugaan tindak pidana tersebut ke Polrestabes. Dalam laporan itu, warga mengaku membawa beberapa bukti yang menunjukkan bahwa Georgius Hendrikus Wilhelmus Muller, pada kenyataannya bukan orang yang ditugaskan Ratu Wilhelmina dari Belanda.