WahanaNews.co, Jakarta - DPR secara resmi menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) mengenai Aparatur Sipil Negara (ASN) menjadi undang-undang melalui rapat paripurna pada 3 Oktober lalu.
Dalam UU ASN ini, terdapat beberapa pasal penting, termasuk larangan bagi instansi pemerintah untuk merekrut tenaga honorer dan pemberian kesetaraan hak antara pegawai negeri sipil (PNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK).
Baca Juga:
Pramono: Era Saya Jangan Pikir ASN Jakarta Untuk Bisa Poligami
Berikut adalah poin-poin penting UU ASN:
1. Instansi pemerintah tak diizinkan rekrut honorer
Setelah Undang-Undang ASN berlaku, instansi pemerintah tidak diizinkan untuk merekrut pegawai honorer atau non-ASN. Selain itu, penyelesaian status tenaga honorer harus dilakukan pada atau sebelum Desember 2024.
Baca Juga:
Pj. Sekda Sikka Pimpin Rapat Persiapan Misa Yubileum bagi ASN, TNI, dan Polri
"Pegawai non-ASN atau nama lainnya wajib diselesaikan penataannya paling lambat Desember 2024 dan sejak Undang-Undang ini mulai berlaku Instansi Pemerintah dilarang mengangkat pegawai non-ASN atau nama lainnya selain Pegawai ASN," demikian bunyi Pasal 67 UU ASN.
Bagian penjelasan pasal tersebut disebutkan yang dimaksud dengan penataan adalah termasuk verifikasi dan validasi oleh lembaga yang berwenang.
Sementara itu, pada Pasal 66 UU ASN dijelaskan pejabat Pembina Kepegawaian dilarang mengangkat pegawai non-ASN untuk mengisi jabatan ASN.
Larangan tersebut berlaku juga bagi pejabat lain di instansi pemerintah yang melakukan pengangkatan pegawai non-ASN.
Pejabat Pembina Kepegawaian dan pejabat lain yang mengangkat pegawai non-ASN untuk mengisi jabatan ASN dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
2. Hak yang setara bagi PNS dan PPPK
Pasal 21 UU ASN mengatur tentang kesetaraan hak dan kewajiban antara PNS dan PPPK.
"Pegawai ASN berhak memperoleh penghargaan dan pengakuan berupa materiel dan/atau nonmateriel," demikian bunyi Pasal 21 Ayat 1.
Komponen penghargaan dan pengakuan pegawai ASN terdiri atas penghasilan, penghargaan yang bersifat motivasi, tunjangan dan fasilitas, jaminan sosial, lingkungan kerja, pengembangan diri dan bantuan hukum.
Namun, presiden dapat melakukan penyesuaian komponen penghargaan dan pengakuan dengan memperhatikan kemampuan keuangan negara.
3. TNI-Polri bisa isi jabatan tertentu ASN dan sebaliknya
Pasal 19 UU ASN memperbolehkan TNI dan Polri mengisi jabatan tertentu ASN. Adapun jabatan ASN terdiri dari jabatan managerial dan jabatan nonmanajerial.
"Jabatan ASN diisi dari Pegawai ASN. Jabatan ASN tertentu dapat diisi dari prajurit Tentara Nasional Indonesia dan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia," demikian bunyi Pasal 19.
Pengisian jabatan ASN tertentu yang berasal dari prajurit TNI dan Polri dilaksanakan pada instansi pusat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang TNI dan Undang- Undang tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Sementara itu, Pasal 20 UU ASN menyatakan ASN dapat menduduki jabatan di lingkungan TNI dan Polri sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan.
Bagian penjelasan pasal tersebut disebutkan pengisian jabatan TNI dan Polri oleh ASN dan sebaliknya bertujuan agar ASN, prajurit TNI, dan Polri memiliki keseimbangan dan kesetaraan dalam pengembangan kariernya berdasarkan Sistem Merit.
4. ASN jadi anggota parpol bakal dipecat
Pasal 52 UU ASN mengatur pemberhentian dengan tidak hormat bagi PNS dan PPPK yang menjadi anggota partai politik.
Pasal tersebut menjelaskan pemberhentian bagi ASN terdiri dari dua jenis yakni atas permintaan sendiri dan tidak atas permintaan sendiri.
Pemberhentian atas permintaan sendiri dilakukan dengan pengunduran diri sebagai pegawai ASN. Sementara pemberhentian yang tidak atas permintaan sendiri bagi pegawai ASN dilakukan apabila,
a. melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. meninggal dunia;
c. mencapai batas usia pensiun jabatan dan/atau berakhirnya masa perjanjian kerja;
d. terdampak perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah;
e. tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban;
f. tidak mencapai target kinerja;
g. melakukan pelanggaran disiplin tingkat berat;
h. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan hukuman pidana penjara paling singkat dua tahun;
i. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan; dan/atau
j. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.
"Pemberhentian Pegawai ASN karena sebab sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, huruf g, huruf i, dan huruf j dikategorikan sebagai pemberhentian tidak dengan hormat," demikian bunyi Pasal 52 ayat 4.
5. PPPK Dapat Uang Pensiun
Salah satu poin yang dibahas dalam UU ASN tersebut ialah menyangkut kesetaraan hak antara PNS dan PPPK. Hal ini diatur dalam Pasal 21 Bab VI tentang Hak dan Kewajiban.
"Pegawai ASN berhak memperoleh penghargaan dan pengakuan berupa materiel dan/atau nonmateriel," bunyi pasal 21 ayat 1 dikutip dari Salinan Draft RUU ASN, Kamis (5/10/2023).
Komponen hak tersebut terdiri atas tujuh hal, meliputi penghargaan dan pengakuan yang berasal dari penghasilan, penghargaan yang bersifat motivasi, tunjangan dan fasilitas jaminan sosial, lingkungan kerja, pengembangan diri, dan bantuan hukum.
"Jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d terdiri atas: (a) jaminan kesehatan; (b) jaminan kecelakaan kerja; (c) jaminan kematian; (d) jaminan pensiun; dan (e) jaminan hari tua," bunyi pasal 21 ayat 6.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas menegaskan, RUU ini akan mewujudkan kesetaraan untuk tenaga ASN, termasuk soal jaminan pensiun yang sebelumnya hanya bisa dinikmati PNS. Uang pensiun akan diberikan lewat skema defined contribution.
"Terkait kesejahteraan, PPPK dan ASN akan dijadikan satu sistem. Mereka akan juga dapat pensiun karena ke depan sistemnya defined contribution (iuran pasti)," kata Anas, dikutip dari CNBC.
Defined contribution adalah suatu sistem pensiun yang mengwajibkan pesertanya untuk menabung sebagian dari pendapatan mereka, yang akan diinvestasikan dalam instrumen investasi dan dikumpulkan selama masa kerja hingga saat pensiun.
Dalam skema ini, peserta memiliki opsi untuk membeli produk anuitas atau menerima pembayaran berkala dari dana yang telah terkumpul.
Manfaat yang diterima oleh peserta tergantung pada total kontribusi yang mereka bayarkan selama masa kerja dan hasil investasi dari kontribusi tersebut. Rincian lebih lanjut akan diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP).
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]