WahanaNews.co, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan presiden hingga menteri boleh berkampanye dan memihak dalam pemilu. Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Yusril Ihza Mahendra mengatakan pernyataan Jokowi itu dibenarkan dalam undang-undang pemilu, di mana presiden dan wakil presiden boleh untuk berkampanye baik pilpres maupun pileg.
"Berdasarkan undang-undang pemilu sekarang, presiden dan wakil presiden memang dibolehkan untuk berkampanye Pemilu baik Pilpres maupun Pileg Ketentuan Pasal 280 UU Pemilu merinci pejabat-pejabat negara yang tidak boleh kampanye, antara lain Ketua dan Para Hakim Agung, Ketua dan Para Hakim Mahkamah Konstitusi, Ketua dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan dan seterusnya," kata Yusril dalam keterangan pers tertulisnya, Rabu (24/1/2024).
Baca Juga:
Dua Oknum ASN Pemkab Manokwari Disebut Bawaslu Langgar Netralitas
"Presiden dan Wakil Presiden serta para Menteri tidak termasuk dalam pejabat negara yang dilarang kampanye," imbuhnya.
Yusril mengatakan dalam Pasal 299 ayat 1 UU Pemilu menyatakan presiden dan wakil presiden mempunyai hak untuk berkampanye. Sementara Pasal 281, kata Yusril, mengatur syarat-syarat pejabat negara dan presiden dan wakil presiden yang akan berkampanye antara lain harus cuti di luar tanggungan negara dan tidak boleh menggunakan fasilitas negara.
"Jadi presiden dan wakil presiden boleh kampanye, baik mengkampanyekan diri mereka sendiri kalau menjadi petahana, maupun mengkampanyekan orang lain yang menjadi capres dan cawapres," ujarnya.
Baca Juga:
KPU Bone Bolango Sosialisasikan Pembentukan Pantarlih untuk Pemilihan Bupati Tahun 2024
Yusril mengatakan presiden boleh kampanye maka secara otomatis presiden dibenarkan memihak kepada capres dan cawapres tertentu. Yusril menyebut undang-undang tidak menyatakan bahwa presiden harus netral.
"Bagaimana dengan pemihakan? Ya kalau Presiden dibolehkan kampanye, secara otomatis Presiden dibenarkan melakukan pemihakan kepada capres cawapres tertentu, atau parpol tertentu yang dikampanyekannya," ujarnya.
"Masak orang kampanye tidak memihak. UU kita tidak menyatakan bahwa Presiden harus netral, tidak boleh berkampanye dan tidak boleh memihak," imbuhnya.
Yusril pun menanggapi soal anggapan presiden tidak etis jika ikut kampanye dan memihak. Yusril menyebut etis merupakan persoalan filsafat yang seharusnya dibahas ketika merumuskan undang-undang pemilu.
"Sekarang ada yang mengatakan 'tidak etis' kalau Presiden kampanye dan memihak dalam Pemilu. Kalau etis dimaknai sebagai norma mendasar yang menuntun perilaku manusia yang kedudukan normanya berada di atas norma hukum, hal itu merupakan persoalan filsafat, yang harusnya dibahas ketika merumuskan undang-undang Pemilu," tandasnya.
[Redaktur: JP Sianturi]