WahanaNews.co | Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyelidiki sejumlah pasangan calon di Pilkada
Serentak 2020 di luar daerah Sulawesi
Utara.
Hal
itu disampaikannya dalam agenda diskusi webinar pembekalan calon kepala daerah
Provinsi Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara Barat (NTB), di YouTube kanal KPK, Kamis (5/11/2020).
Baca Juga:
Bawaslu Kota Gunungsitoli Buka Rekrutmen Panwaslucam di Pilkada 2024, Ini Syaratnya
"Kami
sampaikan pada kesempatan ini KPK bahkan telah memulai penyelidikan pada
beberapa pasangan yang terikut dalam penyelenggaraan Pilkada ini," kata
Wakil KetuaKPK,Nawawi
Pomolango.
Ia,
yang merupakan mantan hakim tindak pidana korupsi, enggan menyebut secara
detailpaslon yang sedang diselidiki itu.
"Syukur
Alhamdulilah kalau bisa kami sebutkan itu di luar Sulawesi Utara, tapi kami
ingin memastikan bahwa tim KPK terus melakukan pemantauan di tengah
penyelenggaraan kegiatan Pilkada ini. Terlebih di tengah situasi pandemi
seperti yang kita hadapi bersama ini," ucap Nawawi.
Baca Juga:
KPU Bakal Tetap Pakai Sirekap di Pilkada 2024
Meski
belum ada penyelidikan di Sulawesi Utara, Nawawi menegaskan hal itu tidak
berarti pihaknya berhenti melakukan pengawasan di daerah yang dipimpin Olly
Dondokambeyitu.
"Tadi
kami sebutkan bahwa untuk Sulawesi Utara ini ada Korwil III KPK yang tergabung
dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Aceh, dan Nusa Tenggara Barat. Korwil
di daerah ini tidak hanya bicara di dalam bidang pencegahan tetapi juga dalam
bidang penindakan," tandasnya.
Diketahui,
PilkadaSulut sendiri diikuti tiga pasangan calon, termasuk calon
petahananOlly Dondokambeyyang berpasangan dengan Steven Octavianus
Estefanus Kandouw.
Dua
paslonlainnya ialahChristiany Eugenia Paruntu-Sehan Salim Landjar,
dan Vonnie Anneke Panambunan-Hendry Corneles Mamengko Runtuwene.
Nama
Ollysendiri sempat disebut oleh terpidana Setya Novantosebagai
salah satu penerimadana dalam proyek e-KTP. Sejauh ini, status kader PDIP
ini masih saksi.
Sebelumnya,
Kapolri Jenderal Pol Idham Aziz memerintahkan kepolisian se-Indonesia untuk
menunda proses penegakan hukum di tahap penyelidikan atau penyidikan terhadap
paslon di Pilkada 2020.
Donatur Pamrih
Dalam
kesempatan itu, Nawawi mengingatkan pasangan calon kepala daerah (cakada) untuk
bersikap cermat atas kepentingan ekonomi donatur yang mensponsori mereka di
Pilkada Serentak 2020.
"KPK
mengingatkan cakada mewaspadai pamrih sponsor Pilkada," ucap dia.
Berdasarkan
temuan KPK di Pilkada 2018, bantuan pendanaan ini dibutuhkan untuk menutup
biaya pemenangan.Kebutuhan dana untuk ikut pilkada di tingkat kabupaten
atau kota adalah Rp 5-10
miliar. Untuk menang, kata dia, cakada harus menyediakan uang sekitar Rp 65 miliar.
Sementara,
berdasarkan Laporan Harta Kekayaan (LHKPN) cakada yang disampaikan kepada KPK,
rata-rata total harta pasangan calon mencapai Rp 18,03 miliar. Ada satu pasangan calon yang memiliki harta minus
Rp 15,17 juta.
Pendanaan
dalam Pilkada, lanjutnya, diperlukan untuk membayar uang mahar pencalonan
kepada partai politik pendukung, advertensi kampanye, sosialisasi kepada
konstituen, hingga honor saksi di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Selain
itu, gratifikasi kepada masyarakat pemilih dalam bentuk barang, uang, janji
atau beli suara, serta biaya penyelesaian hukum konflik kemenangan Pilkada.
Untuk
menutupnya, pendanaan dari donatur pun dibutuhkan. Pada Pilkada2018,
katanya, lebih dari 80 persen calon kepala daerah dibantu pendanaannya oleh
sponsor.
Masalahnya,
kata Nawawi, donatur yang kebanyakan pengusaha itu ada pamrihnyajika
calon yang didanainya menang. Di antaranya, dalam bentuk kemudahan perizinan
dalam menjalankan bisnis, keleluasaan mengikuti pengadaan barang dan jasa
pemerintah, serta keamanan dalam menjalankan bisnisnya.
"Survei
itu bertanya kepada cakada, apakah orang yang menyumbang atau donatur ini
mengharapkan balasan di kemudian hari saat para cakada menjabat? Jawabannya,
sebagian besar cakada, atau 83,80 persen dari 198 responden, menyatakan akan
memenuhi harapan tersebut ketika dia menjabat," tuturnya.
Lebih
lanjut, Ketua Bawaslu Sulawesi Utara, Herwyn J. H. Malonda, menekankan perlunya
netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pilkada.
Di
Sulawesi Utara, menurutnya, sampai saat ini sudah ada 69 ASN yang direkomendasikan
oleh Bawaslu untuk diberikan sanksi oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK).
"Berdasarkan
rangking kerawanan politik uang, Sulawesi Utara berada di peringkat kedua
teratas. Karenanya, yang paling penting adalah edukasi kepada konstituen untuk
dapat memilih cakada yang menurut mereka berintegritas," ucap Herwyn.
"Modus
politik uang kini sudah canggih, bukan sekadar sebar uang, tapi juga sudah
masuk ke sistem e-money, termasuk pemberian paket data internet ke warga,"
lanjutnya. [qnt]