"Jadi tugas perempuan juga untuk mengawal itu, perempuan sendiri harus sadar pada haknya karena ada beberapa hal yang enggak boleh tapi tetap dilakukan juga oleh perempuan itu sendiri," kata pelantun "Bebas Merdeka" itu.
Bagi Melanie, pekerjaan rumah terbesar saat ini terhadap UU TPKS tidak hanya dibebankan pada pemerintah, tapi juga kepada diri para perempuan untuk mau melakukan penolakan atau perlawanan jika terjadi pelecehan.
Baca Juga:
Kinerja Hukum Indonesia dalam Penanganan Kasus KBGO
Pada kenyataan, pengesahan UU TPKS tidak 100 persen mendapat dukungan dari seluruh masyarakat Indonesia bahkan dari partai politik.
Tak hanya itu, sebagian orang merasa bahwa undang-undang tentang pelecehan seksual terlalu berlebihan apalagi jika hal tersebut terjadi di institusi rumah tangga.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menolak RUU PKS - sebelum berganti nama jadi RUU TPKS - bahkan ini terjadi hingga detik-detik RUU TPKS disahkan menjadi undang-undang.
Baca Juga:
Kasus Dokter Lecehkan Istri Pasien Berakhir dengan Penyerahan Uang Damai Rp 350 Juta
Merujuk pada draf tahun 2016, fraksi PKS mempermasalahkan frasa “persetujuan untuk melakukan hubungan seksual”.
Menurut PKS, seharusnya tetap dilarang untuk mereka yang belum resmi menikah.
Sebagai contoh, saat seorang suami secara paksa meminta istri melakukan hubungan seksual padahal sudah mendapat penolakan sebelumnya, maka bisa dikategorikan sebagai pelecehan seksual.