Menurut Hobbin, jawaban pemeriksa Inspektorat DKI Jakarta belum ada yang objektif, namun sudah tanda tangan kontrak sesuai data di LPSE, 2 Oktober 2024.
Dikatakan Hobbin, hingga Kontrak Berakhir, Pekerjaan Belum Selesai, Tidak Ada Sanksi Berdasarkan kontrak, perawatan gedung telah berakhir pada 13 Desember 2024, sementara bobot pekerjaan saat itu baru mencapai 60%.
Baca Juga:
Markus Bangunan Melanggar Tetap Berjaya, Irbanko Hanya Jadi Pecundang
Namun, KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) atau PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) Dinas Teknis Jati Baru tetap memberikan perpanjangan waktu 50 hari, yang berakhir pada Januari 2025. Ironisnya, hingga kini pekerjaan masih belum rampung, tetapi tidak ada sanksi yang diberikan kepada pihak pelaksana proyek.
Proyek ini dikerjakan oleh PT. Jagat Omar Nusantara dengan nilai kontrak sebesar Rp 8.862.882.934,13. Ketua LSM Jamak, Hobbin Marpaung, menegaskan bahwa sejak tahap lelang, proyek ini sudah bermasalah.
Menurutnya, Pokja Balai Kota seharusnya mengevaluasi ulang proses lelang setelah adanya indikasi penyimpangan. Namun, KPA/PPK tetap menandatangani kontrak dengan PT. Jagat Omar Nusantara meskipun ada berbagai kejanggalan.
Baca Juga:
Marak Bangunan Diduga Melanggar Tidak Ditindak Tegas, Walikota Jakpus Dilaporkan ke Gubernur
"Tanpa memberikan sanksi ke penyedia serta penyitaan jaminan pelaksanaan sesuai aturan. Keterlambatan karena PT. Jagat Omar Nusantara tidak menggunakan tenaga ahli dan peralatan sesuai dokumen pengadaan," ujarnya.
Hobbin Marpaung juga menyoroti bahwa pemberian perpanjangan waktu 50 hari tidak sesuai dengan aturan pengadaan barang dan jasa. Dengan bobot pekerjaan yang masih 60% saat kontrak utama berakhir, seharusnya sudah dilakukan pemutusan kontrak karena penyedia dianggap wanprestasi.
"Pemberian perpanjangan waktu harus memiliki dasar yang objektif, bukan sekadar keputusan sepihak yang menabrak aturan. Ini justru memberikan contoh buruk bagi penyedia lain yang lalai. Ada apa sebenarnya antara Kadis dan PT. Jagat Omar Nusantara?" ujar Hobbin Marpaung.