Proses yang kedua ini lebih berbahaya, sebab reaksi yang dihasilkan tidak akan pernah berhenti.
Sementara reaksi fusi yang digunakan
dalam HL-2M Tokamak lebih minim risiko. Sebab,
jika terjadi kebocoran, yang keluar adalah unsur ringan.
Baca Juga:
Pengamat Militer: DF-5B Bukti China Siap Tanding Kekuatan Nuklir Amerika
Unsur yang mungkin berbahaya adalah
limbah tritium yang digunakan untuk menciptakan plasma panas.
Namun, tritium
memiliki waktu paruh atau waktu peluruhan yang singkat, selama 12,3 tahun.
"The worst skenarionya (skenario terburuk), kalau dia bocor, memang
ada tritium yang merupakan zat radioaktif. Tapi, limbah ini gak akan separah reaktor fisi, waktu paruhnya 12,3 tahun," kata
Mutia.
Baca Juga:
China Ungkap Atmosfer Mencekam Jelang Pertandingan Lawan Indonesia
Alasan lain reaktor fusi minim
kebocoran, karena ketika proses pengoperasiannya bermasalah, maka alat tersebut
akan berhenti. Sementara, pada reaktor fisi, proses
produksi terus beroperasi.
"Kalau seandainya terjadi
gangguan saat mengoperasikannya, misalnya plasmanya kolaps, itu dia [alatnya]
berhenti, gak bisa running lagi. Beda dengan reaktor fisi," tuturnya.
Lapisan dalam Tokamak juga dilapisi oleh material tungsten yang tahan panas
hingga 3.422 derajat Celcius. Reaktor fusi juga tidak menghasilkan
limbah radioaktif yang berbahaya.