Oleh: Hasto Kristiyanto
Kemenangan ganda putri bulu tangkis Indonesia dalam
Olimpiade Tokyo disambut dengan sorak sorai. Kemenangan tersebut begitu
menggetarkan kalbu ketika Indonesia Raya berkumandang mengiringi berkibarnya
Sang Saka Merah Putih ke Angkasa Raya. Air mata keharuan pun tertumpah, penuh
syukur dan betapa bangganya ketika nama Indonesia bergema dalam pesta olah raga
yang telah menyatu dalam sejarah peradaban umat manusia. Kebanggan Indonesia
pun tertumpah pada sosok Apriyani Rahayu dan Greysia Polii. Keduanya telah
berjuang tanpa kenal lelah membawa nama harum Indonesia Raya.
Baca Juga:
Tanggapi Pesimisme Surya Paloh, PDI-P Ingatkan Potensi Kejutan Politik Anies
Kemenangan bukanlah hasil jalan pintas. Kemenangan ditempuh
melalui kerja keras penuh strategi. Kemenangan mengandung seni mengatur energi,
menaruh perhatian agar fokus melihat strategi dan taktik lawan, mencari titk
kelemahan lawan, dan darinya strategi serangan dilancarkan dengan penuh
keyakinan. Kemenangan juga memerlukan kesabaran guna melatih diri setapak demi
setapak, tetapi konsisten dan satu arah, hingga terbangun energi berprestasi.
Selain itu, kemenangan perlu adanya mentalitas juara.
Baca Juga:
Babinsa Koramil 420-07/Sungai Manau Kodim 0420 Sarko Jambi Lakukan Patroli Karhutla Dan Sosialisasi Di Wilayah Binaan
Mentalitas juara atau mentalitas kemenangan, atau mentalitas
menjadi pemimpin sebenarnya bukan hal asing bagi bangsa Indonesia. Jauh sebelum
kemerdekaan diperoleh, para pendiri bangsa khususnya Bung Karno terus
mengobarkan mentalitas ini. Sebab penjajahan selama beratus-ratus tahun telah
membuat mental bangsa turun menjadi mental kerdil, mental minder, mental memuja
orang lain, dan pada saat bersamaan merendahkan diri sendiri. Begitu mudah
bangsa ini tunduk pada "pemikiran" dari bangsa lain, baik Eropa, Amerika
Serikat, Cina, maupun Arab. Padahal belajar dari kemajuan bangsa-bangsa di
dunia, mereka maju karena berakar pada falsafah, kebudayaan, sejarah, dan
kondisi geografisnya.
Belajar dari kemajuan setiap bangsa yang telah mewarnai
peradaban dunia, maka ketika Indonesia merdeka, Bung Karno buru-buru menegaskan
pentingnya nation and character building yakni suatu revolusi mental dan
pendidikan yang mencerdaskan kehidupan bangsa, agar bangsa Indonesia memiliki
cara pandang, daya upaya, semangat, dan sekaligus mentalitet percaya pada
kekuatan bangsa sendiri. Revolusi mental adalah revolusi yang merombak cara
berpikir lama, mental lama yang serba menunduk, menjadi mentalitas baru yang
berdiri tegak, menatap orang asing sejajar, sama tinggi, dan tidak ada rasa
rendah diri. Oleh Bung Karno, dalam peringatan Hari Kemerdekaan Republik
Indonesia pada tahun 1956 ditegaskan bahwa revolusi mental adalah suatu gerakan
untuk mengembleng manusia Indonesia agar menjadi manusia baru, yang berhati
putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, dan berjiwa api yang
menyala-nyala.