Salah satu cerpen yang melekat di hati penulis adalah
"Tukang Cukur".
Cerpen yang dimuat di harian Kompas edisi 11 September 2016 ini berkisah tentang rivalitas seorang tukang cukur yang
mengepalai pembantaian penduduk setiap kali terjadi pergantian kekuasaan.
Baca Juga:
Operasi Seroja Timtim: Komandan Pasukan Gugur di Pelukan Prabowo
Darah membangkitkan hasrat tukang cukur ketika tokoh
utama cerpen ini melukai kepala pelanggannya sambil berdalih "melakukan
kesalahan kecil".
Pada September 1948, tukang cukur bersama tentara PKI
melawan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Ketika pasukan Siliwangi masuk ke kota Kudus, tukang
cukur menyamar sebagai preman yang membantu tentara dari Jawa Barat itu
menghabisi orang-orang PKI.
Baca Juga:
Saat Teroris Noordin M Top Tewas di Solo
Ketika diketahui ia membuat daftar orang-orang yang
tak disukai untuk ditembak mati, pasukan Siliwangi menghajarnya habis-habisan
dan tukung cukur pun menghilang begitu saja.
Sepeninggal tentara Siliwangi, militer Belanda
melakukan agresi di Kudus dan tukang cukur menjadi sopir sekaligus kaki tangan
Belanda.
Pada Desember 1949, tentara Belanda ditarik mundur
dari Indonesia.