"Cerita-cerita tentang 'nyai'
biasanya berbentuk cerita kriminal tentang berbagai kejahatan yang terjadi pada
masa itu. Hal tersebut terjadi karena kisah-kisah tersebut ditulis oleh
wartawan dan berasal dari liputannya di pengadilan-pengadilan yang sedang
menyidangkan berbagai kejahatan. Kasus-kasus kejahatan yang diangkat ada yang
sangat populer, seperti kisah Nyai Dasima, sehingga dapat dikatakan bahwa
kisah-kisah tersebut merupakan salah satu bentuk kisah-kisah rumor dan gosip
yang beredar di masyarakat luas yang kemudian karena ketenarannya
dibukukan," demikian penjelasan di Ensiklopedia Sastra Indonesia.
Pakar sastra dari Universiti Malaya,
Umar Junus, menulis di Jurnal Humaniora
UGM.
Baca Juga:
Soal Ridwan Kamil Ditolak Warga Jakarta Timur, Kubu RK Buka Suara
Dia membahas Nyai Dasima dalam
laporannya yang berjudul Nyai Dasima and
The Problem of Interpretation: Intertextuality, Reception Theory and New
Historicism.
Umar Junus mengatakan, Francis
menuliskan kisah Nyai Dasima berdasarkan sumber ingatan dan keterangan orang
lain.
Tulisan Francis dengan konteks cerita
yang diceritakannya berjarak 83 tahun.
Baca Juga:
Sylviana Murni Usul RUU DKJ Atur Kuota Khusus Warga Betawi Maju Pilgub
Francis merangkai kisah Nyai Dasima
dalam kerangka ideologi kolonialisme, bahwa pribumi itu buruk dan orang Eropa
adalah baik, meski hal ini tidak secara eksplisit disampaikan dalam novelet Tjerita Njai Dasima.
"Segala hal dalam kisah Nyai
Dasima ada dalam ideologi Francis yang mengambil sikap oposisi terhadap
orang-orang yang terasosiasi dengan gerakan nasionalis menentang kolonialisme
Belanda," tulis Umar Junus.
Sementara itu, Ketua Bidang Penelitian dan
Pengembangan Lembaga Kebudayaan Betawi, Yahya Andi Saputra, berpendapat, Nyai Dasima benar-benar ada di masa lalu. Nyai
Dasima bukan tokoh fiksi.