WahanaNews.co | China harus menghadapi kekurangan monyet untuk kebutuhan percobaan
laboratorium yang akut.
Hal ini terjadi karena larangan impor
dan meningkatnya permintaan dari para peneliti, membuat para ilmuwan berebut
untuk menemukan hewan yang harganya terjangkau untuk melanjutkan studi mereka.
Baca Juga:
Katalin Kariko dan Drew Weissman Raih Nobel Kedokteran 2023
Pasokan monyet lab yang menyusut, yang
banyak digunakan dalam pengujian dan penelitian obat-obatan dan
vaksin, telah mendorong harga mereka di China naik empat kali lipat dalam dua
tahun.
Zhang Wen, pemilik Jiangsu Johnsen
Bioresource Co, sebuah perusahaan pengembangbiakan monyet di China timur, mengatakan, ratusan monyet lab dewasa yang dapat ia hasilkan
dalam setahun semuanya telah dipesan oleh lembaga penelitian, bahkan sebelum hewan tersebut lahir.
Karenanya, dia terpaksa menolak banyak
pembeli lainnya.
Baca Juga:
Vaksin Covid-19 Bakal Berbayar, Kemenkes Jawab Ini
Penyebab utama dari kekurangan itu
adalah larangan Beijing terhadap perdagangan satwa liar di luar negeri, yang
diberlakukan pada Januari 2020, sebagai bagian dari tindakan keras
terhadap bisnis satwa liar yang oleh beberapa ilmuwan dikaitkan dengan pandemi.
Di bawah larangan tersebut, impor dan
ekspor monyet lab juga dihentikan.
Dikutip dari Vice World News, larangan tersebut menghancurkan pasokan monyet
laboratorium China sendiri, karena sebagian besar spesies primata yang cocok
untuk penelitian, seperti monyet cynomolgus,
berasal dari Asia Tenggara.
Lonjakan permintaan telah menarik
banyak investasi di industri tersebut.
Tetapi peternak tidak dapat
meningkatkan produksi mereka secara drastis dengan terbatasnya jumlah monyet di
China.
"Hewan memiliki siklus hidupnya
sendiri. Mereka tidak seperti barang-barang industri: selama Anda beralih ke
persneling yang tinggi, Anda dapat menghasilkan produk," kata Zhang.
China dulunya adalah eksportir utama
monyet lab ke Amerika Serikat.
Pada tahun fiskal 2019, laboratorium
di AS menggunakan sekitar 68.000 primata non-manusia dan total sekitar 800.000
hewan untuk penelitian.
Setelah China menghentikan ekspor
hewannya awal tahun lalu, para peneliti di AS mengeluhkan kekurangan monyet
yang menghambat penelitian tentang Covid-19.
Tetapi Zhang, yang biasa mengekspor
beberapa ribu monyet setiap tahun, mengatakan, larangan
ekspor China saja tidak bisa disalahkan atas kurangnya pasokan monyet di AS.
Dengan berkembangnya penelitian
farmasi di China, peternak lokal hampir tidak dapat memenuhi permintaan di
dalam negeri, bahkan sebelum pandemi.
Jumlah monyet laboratorium yang
digunakan di negara itu meningkat, dari sekitar 8.000 pada 2013 menjadi
sekitar 30.000 pada 2019, mengutip data China
Laboratory Primate Breeding and Development Association.
Sedangkan untuk data tahun 2020, belum
tersedia.
Monyet merupakan subjek yang disukai
dalam mempelajari penyakit atau obat-obatan manusia karena kemiripannya dengan
manusia.
Mereka digunakan dalam pengembangan
produk yang paling biologis, yang terbuat dari mikroorganisme hidup, dan 20-30%
dari obat sintetik.
Selama pandemi Covid-19, para ilmuwan juga telah menginfeksi monyet dengan virus
Corona untuk mempelajari efek virus pada organ dan sistem kekebalan mereka.
Monyet juga banyak digunakan dalam
pengembangan vaksin, meskipun tidak jelas berapa banyak hewan yang terlibat. [dhn]