Apalagi upaya mengeksploitasi landak tersebut untuk keuntungan diri sendiri juga tidak terpenuhi.
Karena unsur-unsur tersebut tidak terpenuhi maka terdakwa tidak dapat disalahkan sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yakni Pasal 21 ayat 2 huruf a juncto Pasal 42 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Baca Juga:
Kasus Ronald Tannur, Kejagung Periksa Istri Dua Hakim PN Surabaya
Majelis hakim dalam persidangan berharap kepada semua aparat penegak hukum yang mempunyai kapasitas dan kewenangan agar kedepannya lebih berhati-hati dan lebih mengedepankan pendekatan keadilan restoratif dalam menyelesaikan suatu masalah.
"Sehingga kepastian hukum dan kemanfaatan yang menjadi pilar penegakan hukum bisa dirasakan oleh masyarakat," ujarnya, mengutip ANTARA.
Berdasarkan fakta-fakta hukum dan segala pertimbangan tersebut, dalam amar putusannya, majelis hakim PN Denpasar memutuskan Nyoman Sukena tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan tunggal JPU Pasal 21 ayat 2 huruf a juncto Pasal 42 ayat 2 UU RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Baca Juga:
Akibat Pungli Rp160 Juta, Mantan Lurah di Semarang Dihukum 4 Tahun
Hakim memerintahkan membebaskan terdakwa I Nyoman Sukena dari dakwaan tunggal tersebut dan meminta JPU segera mengeluarkan terdakwa dari tahanan dan memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan kedudukan dan martabatnya.
Barang bukti landak dirampas untuk diserahkan kepada BKSDA Bali agar nantinya dilepasliarkan ke habitatnya atau suatu tempat yang dianggap layak untuk konservasi.
Terhadap putusan tersebut, Nyoman Sukena menyambut dengan bahagia.