WahanaNews.co, Denpasar - Majelis hakim Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, membeberkan sejumlah alasan menjatuhkan vonis bebas kepada terdakwa Nyoman Sukena (38), warga penyelamat Landak Jawa asal Desa Bongkasa Pertiwi, Abiansemal, salah satunya faktor ketidaktahuan mengenai status satwa yang dilindungi.
Dalam amar putusannya di PN Denpasar, Kamis, (19/9/2024) majelis hakim PN Denpasar yang terdiri atas Hakim Ketua Ida Bagus Bamadewa Patiputra dan didampingi Hakim Anggota Gede Putra Astawa dan Anak Agung Made Aripathi Nawaksara, dalam pertimbangannya menyampaikan terdakwa tidak mengetahui bahwa memelihara landak, dalam hal ini Landak Jawa (Hystrix Javanica), harus memerlukan izin karena statusnya sebagai satwa yang dilindungi.
Baca Juga:
Akibat Pungli Rp160 Juta, Mantan Lurah di Semarang Dihukum 4 Tahun
Majelis hakim mengatakan terdakwa yang awalnya memperoleh dua ekor anak landak dari almarhum mertua kakaknya memutuskan untuk memelihara karena ketidaktahuannya mengenai binatang berbulu tajam itu adalah satwa dilindungi dan juga karena di Desa Bongkasa Pertiwi, Abiansemal, Badung, belum pernah ada sosialisasi.
Hal itu dikuatkan dengan pernyataan saksi dari BKSDA Bali bernama Suhendarto yang pada intinya menyatakan tidak mengetahui bahwa di Desa Bongkasa Pertiwi, ada landak yang banyak.
Hakim mempertimbangkan binatang yang tergolong mamalia itu telah menjadi hama bagi masyarakat karena memakan bibit kelapa yang ditanam masyarakat.
Baca Juga:
Hakim Pengadilan Kendari Vonis Seumur Hidup Pembunuh Ibu Mertua di Sultra
Mengingat tidak ada sosialisasi terkait hal ini dan menimbang pendapat ahli, perbuatan Sukena memelihara landak karena ketidaktahuannya hanyalah pelanggaran administrasi.
Oleh karena itu, hakim menilai hal itu cukup diberikan peringatan dan diminta mengurus izin. Kalaupun tidak bisa, landak itu diserahkan kepada BKSDA untuk dilepasliarkan.
Melihat fakta hukum dalam persidangan, hakim menyatakan perbuatan terdakwa tidak ada unsur kesengajaan untuk menangkap, memelihara, hingga memperniagakan satwa dilindungi dalam keadaan hidup.
Apalagi upaya mengeksploitasi landak tersebut untuk keuntungan diri sendiri juga tidak terpenuhi.
Karena unsur-unsur tersebut tidak terpenuhi maka terdakwa tidak dapat disalahkan sebagaimana yang didakwakan dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yakni Pasal 21 ayat 2 huruf a juncto Pasal 42 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Majelis hakim dalam persidangan berharap kepada semua aparat penegak hukum yang mempunyai kapasitas dan kewenangan agar kedepannya lebih berhati-hati dan lebih mengedepankan pendekatan keadilan restoratif dalam menyelesaikan suatu masalah.
"Sehingga kepastian hukum dan kemanfaatan yang menjadi pilar penegakan hukum bisa dirasakan oleh masyarakat," ujarnya, mengutip ANTARA.
Berdasarkan fakta-fakta hukum dan segala pertimbangan tersebut, dalam amar putusannya, majelis hakim PN Denpasar memutuskan Nyoman Sukena tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam dakwaan tunggal JPU Pasal 21 ayat 2 huruf a juncto Pasal 42 ayat 2 UU RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Hakim memerintahkan membebaskan terdakwa I Nyoman Sukena dari dakwaan tunggal tersebut dan meminta JPU segera mengeluarkan terdakwa dari tahanan dan memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan kedudukan dan martabatnya.
Barang bukti landak dirampas untuk diserahkan kepada BKSDA Bali agar nantinya dilepasliarkan ke habitatnya atau suatu tempat yang dianggap layak untuk konservasi.
Terhadap putusan tersebut, Nyoman Sukena menyambut dengan bahagia.
Ayah dari dua anak tersebut langsung sujud syukur. Setelah persidangan selesai, dia memeluk sang istri.
[Redaktur: Alpredo Gultom]