Menurut data Dinkes Garut yang dihimpun Yudha, proses pengolahan makanan sudah dilakukan sejak Senin (15/9/2025) sore. Pukul 15.00 WIB, para pekerja SPPG mencuci selada dan timun menggunakan air PDAM.
Kemudian, pukul 20.00 WIB, ayam dicuci dengan air kran, disimpan di freezer, lalu dimasukkan secara bertahap ke rice timer.
Baca Juga:
Bupati Klaten Tetapkan Status KLB atas Kasus Keracunan Massal di Karangturi
Proses masak berlanjut pada Selasa (16/9/2025) dini hari, tempe orek dimasak pukul 01.00 WIB, ayam dimasak pukul 03.00 WIB, dan seluruh makanan matang dimasukkan ke tray sekitar pukul 04.00-05.00 WIB.
Distribusi dimulai pukul 09.00 WIB untuk PAUD dan SD, serta pukul 11.00 WIB untuk SMP dan SMA. Namun, di MA Ma’Arif para pelajar baru menyantap makanan selepas pukul 12.00 WIB setelah sholat dzuhur.
Beberapa jam kemudian, gejala keracunan mulai dirasakan para pelajar, mulai dari diare, lemas, mual, hingga pusing, bahkan ada yang pingsan.
Baca Juga:
71 Warga di Surabaya Keracunan Usai Santap Daging Kurban
Sekitar 30 pelajar kemudian dilarikan ke Puskesmas Kadungora dan menjalani perawatan intensif. Hingga Jumat malam, masih ada 10 pelajar yang dirawat.
Menurut Yudha, ada beberapa dugaan penyebab keracunan yang muncul dari analisa Dinkes Garut. Pertama, pencucian bahan makanan seperti timun, selada, dan ayam dengan air kran yang belum jelas higienitasnya sehingga berpotensi menimbulkan kontaminasi mikrobiologi.
Kedua, lamanya waktu tunggu antara makanan selesai dimasak dan dikonsumsi. Berdasarkan laporan, makanan yang dikemas pukul 05.00 WIB baru dimakan empat jam kemudian oleh pelajar PAUD dan SD, enam jam oleh pelajar SMP dan SMA, bahkan tujuh jam oleh pelajar MA Ma’Arif.