Dari LHP BPK, harga handsanitizer Rp 9.000 per botol dilipatgandakan menjadi Rp 35.000
per botol.
Dana sebanyak Rp 4,3 miliar dari Rp 4,9 miliar itu
sudah dikembalikan rekanan ke kas negara karena temuan BPK itu.
Baca Juga:
BPK Ungkap Kasus Besar: Kerugian Keuangan Negara Rp 60,04 Miliar dari Proyek PetroChina
Pansus Covid-19, kata Nofrizon, sudah memanggil
organisasi perangkat daerah (OPD) terkait dan rekanan penyedia barang pekan
lalu.
Dari sebelas rekanan, hanya tiga yang datang memenuhi
panggilan, yaitu satu perusahaan alat kesehatan dan dua perusahaan batik.
"Kami tanya, bapak/ibu dapat kerja (orderan) dari
siapa? Mereka jawab dari istri Kepala BPBD Sumbar. Dari tiga rekanan, dua belum
berpengalaman (perusahaan batik) dan izinnya baru tahun 2020. Masa perusahaan
batik mengadakan handsanitizer?" ujar Nofrizon.
Baca Juga:
Indofarma Benarkan BPK Sudah Serahkan Masalah Penyimpangan Keuangan ke Kejagung
Menurut Nofrizon, ketiga rekanan itu mengaku tidak
memberikan upah (fee) apapun kepada keluarga pejabat yang memberi mereka orderan.
Namun, saat ditanya lebih lanjut ke BPBD Sumbar, salah
satu pejabatnya justru mengakui mendapat upah Rp 5.000 per botol handsanitizer.
"Ia mengaku dapat fee Rp 5.000 per botol. Ada di catatannya di notulensi
rapat pekan lalu. Itu baru handsanitizer, belum lagi thermogun, hazmat, masker, dan lainnya, yang belum sempat kami
telusuri karena waktu terbatas," ujar Nofrizon.