WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kabupaten Pati yang mencapai 250 persen menuai protes luas dan memunculkan gelombang ketidakpuasan warga.
Polemik ini semakin memanas setelah beredar video dan foto di media sosial yang memperlihatkan ketegangan antara warga dan aparat, termasuk aksi Satpol PP mengangkut paksa barang-barang donasi yang disiapkan untuk demonstrasi.
Baca Juga:
Ferry Irwandi: Dalang Kerusuhan Bisa Terungkap dalam Hitungan Menit Lewat Jejak Digital
Dalam suasana yang kian memanas, Bupati Pati, Sudewo, akhirnya angkat bicara, meminta maaf, dan berjanji akan meninjau ulang kebijakan tersebut demi meredam ketegangan.
Pada Kamis (7/8/2025), Sudewo menyampaikan permintaan maafnya di hadapan publik. Ia menegaskan tidak ada niat untuk melakukan perampasan barang milik warga.
“Saya minta maaf yang sebesar-besarnya. Kami tidak bermaksud melakukan perampasan. Kami hanya ingin memindahkan supaya tidak mengganggu acara pemerintah. Kami tidak melarang penggalangan dana,” ujarnya.
Baca Juga:
Museum Hingga Mal Memilih Tutup Sementara Saat Demo di Jakarta
Barang-barang tersebut adalah donasi dari kelompok Masyarakat Pati Bersatu yang sejak Jumat (1/8/2025) membuka posko di depan Kantor Bupati Pati.
Donasi berupa air mineral, beras, mi instan, hingga minyak goreng itu ditujukan untuk aksi unjuk rasa besar-besaran pada Rabu (13/8/2025) sebagai bentuk penolakan kenaikan PBB-P2.
Namun, posko donasi tersebut sempat dibubarkan aparat Satpol PP dengan alasan mengganggu fasilitas umum serta persiapan Kirab Hari Jadi Pati dan perayaan 17 Agustus.
Barang-barang sempat diangkut paksa, namun akhirnya dikembalikan setelah protes dari warga.
Menanggapi video yang viral dan dianggap menantang rakyat, Sudewo memberikan klarifikasi.
“Saya tidak menantang rakyat. Masak rakyatku kutantang? Saya hanya ingin menyampaikan supaya demo itu murni aspirasi dan tidak ditunggangi pihak tertentu,” tegasnya.
Sudewo juga menjelaskan bahwa kenaikan 250 persen merupakan kenaikan maksimal yang tidak berlaku untuk semua objek pajak.
Menurutnya, sebagian besar warga mengalami kenaikan di bawah 100 persen, bahkan ada yang kurang dari 50 persen.
“Ini akibat dari 14 tahun tanpa kenaikan pajak. Padahal undang-undang mengamanatkan kenaikan bisa dilakukan tiap tiga tahun,” jelasnya.
Ia menilai kebijakan ini penting untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang saat ini hanya 14,5 persen dari APBD, jauh di bawah standar minimal 25 persen yang dibutuhkan untuk pembangunan.
“Kalau PAD kecil, bagaimana bisa membangun? Ini untuk masyarakat juga,” imbuhnya.
Bupati Pati itu mengklaim sekitar 50 persen warga sudah membayar PBB-P2 dan menargetkan capaian 100 persen pada Oktober 2025.
Namun ia membuka ruang untuk evaluasi. “Kalau ada yang menuntut supaya yang sampai 250 persen itu diturunkan, akan saya tinjau ulang,” katanya.
Di akhir pernyataannya, ia mengimbau masyarakat untuk menjaga ketertiban dan keamanan daerah. “Kalau situasi tidak aman, investor bisa batal masuk. Itu justru merugikan masyarakat sendiri,” tuturnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]