"Selain
itu juga bertentangan dengan Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik
sebagaimana telah diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2005, dan
Undang-Undang Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di
Muka Umum," kata Yogi, dalam keterangan tertulis, Selasa.
Dalam
Pergub tersebut ada larangan demonstrasi di lima lokasi, yakni Istana Negara Gedung Agung,
Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Kraton Pakualaman, Kotagede, dan Malioboro.
Baca Juga:
Pemda DIY Targetkan Pembuatan DED Rampung pada 2023
Unjuk
rasa diperbolehkan asalkan dengan radius 500 meter dari lokasi tersebut.
Padahal,
Yogi mengungkapkan, kawasan yang dilarang tersebut selama ini menjadi tempat
masyarakat sipil untuk menyuarakan pendapat dan kritik.
ARDY
juga menyoroti pembatasan waktu unjuk rasa serta aturan penggunaan pengeras
suara yang ada dalam pergub tersebut.
Baca Juga:
Sultan HB X Jamin Karyawan Hotel Ibis dan Mal Malioboro Tak Kena PHK
Hal
lain yang disoroti adalah pelibatan TNI.
Menurut
Yogi, setelah dwifungsi ABRI dihapuskan, prajurit hanya bertugas dalam hal
pertahanan serta tidak lagi terlibat urusan politik.
"Poin
keempat, soal pelibatan TNI dalam urusan sipil. Dalam pergub itu, TNI dapat
ikut serta dalam wilayah koordinasi sebelum, saat, dan setelah pelaksanaan
penyampaian pendapat di muka umum. Selain itu mereka juga ikut mengevaluasi
kebijakan dan pelaksanaan kebijakan," kata dia. [dhn]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.