WahanaNews.co | Masyarakat
anti korupsi Sumatera Barat merespons temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) ihwal
indikasi penyimpangan dana penanganan COVID-19, yang disampaikan BPK dalam
Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kepada DPRD pada 28 Desember 2020.
Baca Juga:
Penyelundupan Narkoba Terbongkar di Rutan Tarutung, Tiga Tersangka Ditangkap
Laporan itu memuat dua hal yakni LHP terkait kepatuhan atas
penanganan pandemi COVID-19 dan LHP efektivitas penanganan pandemi COVID-19
bidang kesehatan tahun 2020 pada Pemprov Sumbar dan instansi terkait lainnya.
Dalam laporan tersebut, BPK menemukan adanya dugaan
penyimpangan Rp 150 miliar dari total anggaran penanganan COVID-19 sebesar Rp
490 miliar. Disebutkan ada dugaan dua temuan penyelewengan.
Pertama, terkait pengadaan hand sanitizer senilai Rp 4,9
miliar. Kedua pembelian barang secara tunai yang tidak sesuai dengan ketentuan
hukum yang ada.
Baca Juga:
Polsek Kualuh Hulu Bongkar Kasus Narkoba, Satu Tersangka Ditangkap
"Pembelian hand sanitizer dibeli dengan harga yang
tidak semestinya yaitu dengan harga Rp 35.000 yang seharusnya dibeli seharga Rp
9.000," tulis pernyataan masyarakat anti korupsi Sumbar dalam pers
rilisnya, Minggu (14/3).
Menyikapi masalah itu, masyarakat anti korupsi Sumbar sudah
mengambil sikap akademik dan memberikan tujuh catatan.
Berikut tujuh catatan itu:
1. Mengecam segala bentuk praktik kebijakan dan tindakan
koruptif yang dilakukan oleh oknum pejabat pemerintah dan pihak lain terkait
indikasi penyimpangan anggaran COVID-19 di Sumatera Barat.
2. Panitia Khusus DPRD Provinsi Sumatera Barat dalam menjalankan
fungsi kontrol hendaknya menindaklanjuti secara serius segala bentuk motif
dugaan penyimpangan anggaran COVID-19 senilai Rp 150 miliar, terutama di sektor
pengadaan barang dan jasa.
3. Panitia Khusus DPRD Provinsi Sumatera Barat diharapkan
dapat membuka seluas-luasnya informasi tentang pengusutan indikasi penyimpangan
anggaran COVID-19 di Sumatera Barat, sehingga masyarakat mengetahui
perkembangan kasus dimaksud.
4. Dalam hal telah ditemukannya beberapa bukti permulaan
yang cukup, Panitia Khusus DPRD Provinsi Sumatera Barat diharapkan dapat
menggandeng dan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum untuk membongkar
segala bentuk kebijakan dan tindakan koruptif yang dilakukan oleh oknum pejabat
pemerintah terkait indikasi penyimpangan anggaran COVID-19 di Sumatera Barat.
5. Meminta KPK bersama dengan kepolisian dan kejaksaan
Provinsi Sumatera Barat untuk mengusut secara tuntas dugaan korupsi anggaran
COVID-19, mulai dari motif yang dilakukan hingga aktor-aktor yang terlibat
dalam kasus dimaksud agar menemukan titik terang.
6. Lembaga pengawas bersama masyarakat sipil di Sumatera
Barat diharapkan tetap mengawal isu dugaan korupsi anggaran COVID-19 tersebut
dan melaporkan jika ditemukannya praktik-praktik koruptif di lapangan, terutama
dalam pendistribusian bantuan sosial kepada masyarakat.
7. Pemerintah Provinsi dan kabupaten/kota di wilayah
Sumatera Barat ke depannya diharapkan agar lebih hati-hati dalam penggunaan
anggaran COVID-19 serta menjunjung tinggi prinsip-prinsip pengelolaan keuangan
negara yang baik dan bersih terutama prinsip transparansi dan akuntabilitas.
Sejauh ini, DPRD sudah membentuk pansus sejak 17 Februari
2021 melalui keputusan bernomor 6/SB/2021. Selain itu, Polda Sumbar sudah mulai
melakukan penyelidikan. Meski begitu, masyarakat anti korupsi Sumbar menilai
penanganan dalam kasus ini terlambat sehingga menimbulkan kecurigaan publik.
"Waktu yang sempit akan menghambat pengusutan dan
penyelidikan, sehingga berakibat pada hasil temuan yang tidak tepat sasaran.
Peran KPK, kepolisian, dan kejaksaan menjadi krusial menangani dugaan
penyimpangan dana ini dengan jumlah sangat besar," tulis pernyataan
mereka.
Maka dari itu, masyarakat anti korupsi Sumbar mengatakan
seluruh pihak harus terus mengawal kelanjutan kasus ini. Mereka juga berharap
penggunaan anggaran COVID-19 dilakukan lebih hati-hati dengan menjunjung tinggi
prinsip keuangan negara yang transparan.
"Dugaan korupsi dana penanggulangan pandemi COVID-19 di
Sumatera Barat mencuri perhatian publik dengan besarannya yang fantastis.
Apabila temuan tersebut terbukti, maka negara mengalami kerugian miliaran
rupiah," tulis pernyataan mereka.
"Pada kondisi pandemi saat ini, hampir seluruh
masyarakat terdampak secara ekonomi. Kerugian negara yang ditimbulkan oleh
korupsi pada masa pandemi akan semakin menambah momok lesunya roda
perekonomian, pertumbuhan ekonomi yang terganggu, serta akan semakin menjauhkan
kesejahteraan dari rakyatnya," tutur pernyataan masyarakat anti korupsi
Sumbar.
Pernyataan Gubernur
Sumbar dan DPRD Sumbar
Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi memastikan akan
menindaklanjuti rekomendasi DPRD Sumatera Barat soal dugaan penyelewengan dana
COVID-19.
Pemprov Sumbar akan melakukan langkah-langkah sesuai dengan
rekomendasi dari pansus DPRD. Tetapi, dirinya akan melihat terlebih dahulu
terkait aturan dan undang-undang yang ada.
"Insya Allah kita siap menjalankan rekomendasi sesuai dengan
aturan yang ada," kata. Mahyeldi.
Sementara Ketua DPRD Sumbar, Supardi, mengatakan BPK sudah
menemukan kerugian keuangan daerah sebesar Rp 4,9 miliar. Dana tersebut sudah
diminta untuk dikembalikan ke kas daerah.
"Kita meminta BPK RI untuk melakukan pemeriksaan lanjutan
terhadap aliran dana," kata Supardi.
Polda Sumbar Mulai
Lakukan Penyelidikan
Kabid Humas Polda Sumatera Barat, Kombes Pol Stefanus Satake
Bayu Setianto, mengatakan sudah ada sejumlah orang yang dimintai keterangan
dalam kasus ini. Tapi, ia belum bisa mengungkapkan identitas mereka.
"Untuk nama-nama yang dipanggil masih belum bisa
dibuka," kata Stefanus.
Meski begitu, Stefanus mengatakan tim dari Ditreskrimsus
Polda Sumbar masih bekerja melakukan penyelidikan. Surat perintah penyelidikan
juga telah keluar. [dhn]