Luhut menyatakan bahwa ia sendiri tidak meminta bagian apa pun dari rencana lahan tersebut karena ia merencanakan masa pensiun di luar Tapanuli dan menegaskan kecintaannya kepada Bonapasogit tidak berkurang meski tidak memiliki tanah di sana.
“Saya menyampaikan ini sebagai bentuk keprihatinan dan tanggung jawab moral sebagai bagian dari masyarakat di Tano Batak,” tulis Ephorus HKBP Victor Tinambunan melalui akun media sosialnya, saat menyoroti operasional TPL.
Baca Juga:
Bansos Berbasis AI: Luhut Bilang Bisa Hemat Uang Negara hingga Rp500 Triliun
Ia menyebut bahwa sebagian besar masyarakat tidak mengenal pemilik dan pimpinan utama TPL meskipun perusahaan itu telah puluhan tahun beroperasi di tanah leluhur masyarakat Batak.
Menurut Ephorus absennya hubungan sosial dasar antara perusahaan dan masyarakat merupakan kegagalan struktural dalam etika bisnis serta bentuk pengabaian terhadap nilai adat hidup bersama.
Ephorus kemudian menyoroti laporan publik mengenai keuntungan triliunan rupiah yang diperoleh TPL yang dinilai tidak berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitarnya.
Baca Juga:
Bali Destinasi Pariwisata Utama RI Disorot Luhut: Kelebihan Turis-Sampah Membludak
Ia menyebut bahwa akumulasi ketimpangan itu menjadi cermin relasi eksploitatif yang berlangsung lama dan dirasakan oleh warga di kawasan Danau Toba.
“Fakta paling menyakitkan adalah krisis sosial dan ekologis seperti rusaknya alam, banjir bandang, longsor, dan hilangnya lahan pertanian produktif,” ujar Ephorus yang menggambarkan situasi ini sebagai luka panjang dalam kehidupan masyarakat.
Ia menekankan bahwa persoalan tersebut bukan insiden terpisah melainkan rangkaian konflik struktural yang belum pernah diselesaikan secara bermartabat.