"Penetapan upah dengan Otoda (otonomi daerah) sejak 10 tahun terakhir membuat industri yang ada mengalami penekanan-penekanan dalam penetapan upah. Karena seyogyanya penetapan kenaikan upah kan diiringi dengan pertambahan order atau peningkatan produktivitas, tetapi dengan beralihnya penetapan UMK dengan melalui Otoda, itu tidak lagi menjadi perhitungan," kata Desi kepada CNBC Indonesia, dikutip Jumat (14/6/2024).
Desi mengatakan, pandemi Covid-19, resesi global, hingga memanasnya tensi geopolitik telah menjadi tantangan besar bagi industri padat karya, khususnya yang berorientasi ekspor. Namun, yang menjadi isu utama banyaknya pabrik tekstil dan produk tekstil (TPT) bertumbangan, menurut Desi, adalah upah minimum yang naik signifikan setiap tahunnya. Sehingga pabrik yang nafasnya sudah tersengal-sengal, ditambah beban upah tinggi, terpaksa berguguran.
Baca Juga:
MK Putuskan Libur 1 untuk 6 Hari dalam UU CiptaKerja Bertentangan dengan UUD
"Seiring berjalannya waktu, sampai dengan tahun 2020 ada pandemi Covid-19, terus ada resesi global, perang dan lain sebagainya membuat tekanan terhadap industri, khususnya padat karya. Tapi penyebab utamanya itu dimulai dari penetapan upah yang bisa dibilang tidak sesuai dan tidak mempertimbangkan laju pertumbuhan ekonomi, terutama di industri padat karya," terang dia.
Lebih lanjut, Desi mewakili pengusaha produsen tekstil di Jawa Barat menyampaikan, pihaknya sangat berharap kepada pemerintah agar tidak menyamakan kondisi dari industri padat karya dengan industri padat modal. Sebab, katanya, kondisi dari kedua jenis industri tersebut sangat berbeda, di mana industri padat karya dapat menyerap begitu banyak tenaga kerja. Sehingga, ketika upah minimum naik tinggi, industri ini juga yang paling terdampak.
"Kita berharap industri ini jangan disamakan dengan industri padat modal pada umumnya. Karena industri inilah yang sangat terimbas dengan kenaikan upah, bergeser Rp1.000 saja itu benar-benar berpengaruh, sebab jumlah karyawannya yang ada ribuan," pungkasnya.
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
[Redaktur: Alpredo Gultom]