Ia juga menegaskan bahwa RDF Plant Rorotan dirancang untuk mampu mengolah hingga 2.500 ton sampah per hari dan menghasilkan bahan bakar alternatif (RDF) sebanyak 875 ton per hari.
RDF Plant Rorotan bahkan dijanjikan sebagai solusi strategis pengganti fungsi TPST Bantargebang dalam mengurai timbunan sampah Jakarta. Dengan kapasitas besar tersebut, fasilitas ini digadang-gadang menjadi tonggak penting transformasi pengelolaan sampah ibu kota berbasis ekonomi sirkular.
Baca Juga:
Proyek RDF Bolmong Masuk Daftar Investasi Potensial Forum Bisnis Osaka 2025
Lanjutnya, fakta di lapangan menunjukkan kondisi yang jauh dari harapan. Tenggat penyelesaian proyek sebenarnya telah mengalami beberapa kali perpanjangan. Melalui addendum, jadwal yang semula ditetapkan pada 31 Desember 2024 diperpanjang hingga 15 Februari 2025. Meski demikian, pengerjaan tetap molor, bahkan dikabarkan telah memasuki addendum kelima dengan batas waktu baru sampai 31 Desember 2025.
Hingga saat ini, RDF Plant Rorotan masih berada pada tahap commissioning atau proses verifikasi dan pengujian. Dengan kata lain, proyek ini belum siap beroperasi, baik dari aspek teknis, operasional, maupun lingkungan. Bahkan hingga akhir September 2025, masyarakat sekitar masih menyampaikan keluhan atas dimulainya kembali proses commissioning atau uji coba RDF Rorotan.
Uji coba tersebut kembali dilanjutkan sejak awal Oktober hingga akhir Oktober 2025. Kini, publik menanti pembuktian: Apakah RDF Plant Rorotan benar-benar dapat beroperasi secara resmi dan penuh pada November 2025, sesuai dengan janji Kadis Lingkungan Hidup DKI Jakarta Asep Kuswanto?
Baca Juga:
Pemkot Jambi Targetkan Peresmian Pabrik Sampah Sebelum HUT pada Mei 2025
Pertanyaan kritis berikutnya adalah, apakah fasilitas ini mampu memenuhi klaim teknisnya: mengolah 2.500 ton sampah per hari dan menghasilkan sekitar 769 ton bahan bakar alternatif (briquette RDF)?
Pertanyaannya sederhana namun mendasar: mampukah fasilitas ini menjawab krisis sampah Jakarta, atau justru menjadi proyek gagal total (Gatot) yang membebani anggaran daerah?
Pada titik inilah muncul kecurigaan publik terhadap kemungkinan terjadinya penyimpangan dan persoalan lain dalam pelaksanaan proyek.