Proyek ini menggunakan skema design and build, sebagaimana diatur dalam Keputusan Gubernur Nomor 834 Tahun 2023 tentang penetapan pekerjaan perancangan dan pembangunan (design and build) fasilitas pengolahan sampah RDF di Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara, Tahun Anggaran 2024, yang ditandatangani pada 29 November 2023.
Namun demikian, proyek RDF Rorotan memunculkan sejumlah pertanyaan mendasar. Apakah telah dilakukan studi kelayakan yang komprehensif sebelum proyek ini dijalankan? Apakah proses tender benar-benar dilaksanakan secara transparan dan bebas dari potensi praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)?
Baca Juga:
Proyek RDF Bolmong Masuk Daftar Investasi Potensial Forum Bisnis Osaka 2025
Fakta di lapangan justru menunjukkan adanya duggan polemik terkait keterbukaan informasi publik, ditambah meningkatnya keluhan masyarakat sekitar yang terdampak oleh bau menyengat dan dugaan pencemaran udara. Protes warga di sekitar kawasan RDF Rorotan menjadi bukti bahwa persoalan sosial, lingkungan, dan kesehatan publik belum sepenuhnya diantisipasi oleh pemerintah maupun pelaksana proyek.
Ketika RDF Rorotan terancam gagal beroperasi tepat waktu, bukan tidak mungkin akan muncul narasi yang mencoba menggiring opini publik bahwa keterlambatan peresmian adalah kesalahan Gubernur Pramono Anung.
"Jika narasi tersebut muncul, hal itu jelas merupakan bentuk penyesatan informasi. Memang benar, peresmian RDF Rorotan tercantum dalam Instruksi Gubernur DKI Jakarta Nomor e-0001 Tahun 2025 tentang Program 100 Hari, dengan target pelaksanaan pada Minggu ke-9 (21–27 April). Namun, tanggung jawab teknis, perencanaan, dan penggunaan anggaran atas proyek ini sepenuhnya berada pada pemerintahan sebelumnya," terang Sugianto.
Baca Juga:
Pemkot Jambi Targetkan Peresmian Pabrik Sampah Sebelum HUT pada Mei 2025
Jika Gubernur Pramono kini menunda peresmian demi pengujian ulang instalasi dan perbaikan, langkah tersebut justru mencerminkan kehati-hatian dan tanggung jawab terhadap keselamatan publik. Tidak pantas kesalahan konstruksi, kegagalan fungsi, ataupun cacat perencanaan dibebankan kepada pemimpin baru yang hanya mewarisi persoalan.
Tanggung jawab mendasar tetap berada pada dua figur utama: Heru Budi Hartono dan Asep Kuswanto. Heru sebagai otoritas tertinggi saat keputusan strategis diambil, dan Asep sebagai pejabat teknis yang mendorong RDF tanpa payung hukum nasional.
Jika pada akhirnya RDF Rorotan gagal mengelola 2.500 ton sampah per hari sebagaimana dijanjikan, maka publik berhak menuntut evaluasi menyeluruh serta penegakan akuntabilitas, baik secara administratif maupun hukum.