Kata Sugianto, kehadiran pendampingan dari Inspektorat DKI Jakarta, BPKP Perwakilan Provinsi DKI Jakarta, serta Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta selama proses pembangunan tidak serta-merta menjamin bahwa proyek ini bebas dari dugaan penyimpangan, terutama yang mungkin melibatkan oknum internal di Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
Penundaan peresmian oleh Gubernur Pramono Anung akibat ketidaksiapan operasional, disertai munculnya bau menyengat dan keluhan dari warga sekitar, memperlihatkan bahwa pembangunan dilakukan tanpa perencanaan yang matang. Kondisi ini sekaligus menunjukkan lemahnya kajian terhadap dampak lingkungan (AMDAL) serta minimnya mitigasi sosial terhadap masyarakat terdampak.
Baca Juga:
Proyek RDF Bolmong Masuk Daftar Investasi Potensial Forum Bisnis Osaka 2025
Keputusan membatalkan ITF Sunter adalah titik awal kesalahan strategis. ITF Sunter merupakan bagian dari Program Proyek Strategis Nasional (PSN) berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolahan Sampah Menjadi Energi Listrik.
Sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN), ITF Sunter memiliki dasar hukum yang kuat dan memperoleh dukungan penuh dari pemerintah pusat, termasuk subsidi tipping fee serta jaminan pembelian listrik oleh PLN. Dengan landasan tersebut, alasan pembiayaan tidak dapat dijadikan dalih untuk membatalkan proyek ini secara sepihak.
Terlebih pada era Gubernur Anies Baswedan, ITF Sunter telah resmi diberikan penugasan kepada BUMN PT Jakarta Propertindo (Jakpro), yang menunjukkan keseriusan negara dalam mengimplementasikan teknologi Waste to Energy (PLTSa) sebagai solusi modern pengelolaan sampah di Jakarta.
Baca Juga:
Pemkot Jambi Targetkan Peresmian Pabrik Sampah Sebelum HUT pada Mei 2025
RDF Rorotan tidak termasuk dalam PSN, dan tidak tercantum dalam Perpres 35/2018. Secara teknologi, RDF hanya mengubah sampah menjadi bahan bakar padat, bukan menghasilkan energi listrik secara langsung.
Artinya, RDF tidak memiliki payung hukum setingkat ITF dan tidak sejalan dengan kebijakan nasional energi terbarukan. Dengan mengganti ITF menjadi RDF, Pj Gubernur Heru Budi secara sadar menurunkan standar teknologi dan mengabaikan arah kebijakan pusat.
Sebagaimana diketahui, pembangunan RDF Plant di Rorotan dilaksanakan melalui kerja sama KSO WJK berdasarkan Kontrak Nomor 2101/PPK-MAF/PN 01.02 tertanggal 26 Maret 2024, dengan nilai proyek mencapai Rp1.284.554.975.461,00.