"Secara geologi, fenomena danau yang terbentuk tiba-tiba sangat mungkin terjadi dalam satu peristiwa gempa besar tunggal," jelasnya.
Jika sisi selatan patahan bergerak naik relatif terhadap sisi utara, aliran sungai yang mengarah ke utara dapat tertahan secara mendadak dan membentuk genangan luas.
Baca Juga:
Kemenko PMK Pimpin Koordinasi Besar Atasi Banjir dan Longsor Bandung
Bentang alam berupa perbukitan memanjang barat-timur di utara Bandung pun dinilai sebagai jejak nyata pergeseran tektonik yang berlangsung selama puluhan ribu tahun.
Ironisnya, kawasan yang menyimpan potensi bahaya ini kini justru dipadati permukiman, hotel, objek wisata, sekolah, dan rumah ibadah yang berdiri tepat di atas jalur patahan aktif.
Minimnya edukasi visual dan penanda kebencanaan membuat banyak warga merasa aman di balik panorama indah Cekungan Bandung.
Baca Juga:
Puan Maharani Desak Pemerintah Perkuat Mitigasi Bencana Pascabencana Banjir Bandang Sumatera
Dalam perbandingan global, Mudrik menilai Indonesia masih tertinggal dalam manajemen riset pra-bencana meskipun dikenal sebagai wilayah rawan gempa.
Ia mencontohkan Jepang dan Taiwan, di mana setiap sesar aktif diperlakukan sebagai objek riset prioritas dengan pendanaan besar dan penggalian mendalam.
"Untuk menyelamatkan kota sebesar Bandung, kita butuh galian sedalam lima meter agar sejarah gempa bisa terbaca utuh," tegasnya.