Kedua pemicu itu adalah tersedianya breeding site (tempat beriak) yang sesuai dan pengaruh fenomena iklim.
"Breeding site yang disukai adalah areal terbuka yang didominasi oleh tanaman jenis rumput-rumputan," kata Hermanu saat dihubungi, Rabu (11/5/2022).
Baca Juga:
Bupati Jeneponto Ngamuk dan Tantang Lawan Politik Usai Dilantik, Ada Apa?
Untuk kasus serbuan belalang di Sumba, Hermanu menyebut breeding site-nya sudah tersedia secara alami, yaitu berupa savana atau padang rumput yang luas.
Di Kabupaten Sumba Timur saja, luas savana mencapai sekitar 70.000 kilometer persegi atau 40 persen dari total wilayahnya.
Hal ini ditambah dengan adanya fenomena La Nina, ketika musim hujan datang 2-3 bulan lebih awal dari kondisi normal.
Baca Juga:
Viral Video Orang Batak dari Jerman, Kecam Jalan Sideak Rusak Akibat Proyek Konstruksi di Samosir
Menurutnya, kondisi ini membuat populasi belalang kembara berkembang beberapa generasi lebih awal.
"Belalang kembara, jika populasinya tinggi, akan berubah cara hidupnya dari soliter ke gregarius kemudian memasuki fase migratori, di mana mereka berpindah berbondong-bondong," jelas Hermanu yang saat ini sedang melakukan penelitian tentang belalang kembara di Sumba.
"Yang muda dengan melompat, yang dewasa bersayap dengan terbang dari daerah satu ke daerah lain searah dengan arah angin," sambungnya.