Bahkan, demikian Arifin bercerita, pernah suatu waktu ia mengajak seorang pemuda sekitar kampus untuk mau bersekolah di kampus dan memberikan beasiswa, tapi tidak bersedia dan memilih untuk langsung bekerja di tempat lain.							
						
							
							
								Bagi Arifin, sebenarnya pendidikan kalau mau baik tergantung dari pemerintah. 							
						
							
								
									
									
										Baca Juga:
										Bahasa Inggris Jadi Pelajaran Wajib di SD Didukung Pakar UGM, Tapi Kasih Catatan Ini
									
									
										
											
										
									
								
							
							
								“Harus ada political will dari pemerintah. Memang banyak yang sudah punya niat untuk sekolah dan belajar, tapi banyak juga yang pengen sarjana tapi tanpa belajar,” tegas Arifin.							
						
							
							
								Menurut Arifin, alasan mengapa hal itu terjadi karena pemerintah masih melonggarkan aturan-aturan yang dibuat oleh pemerintah melalui PD Dikti.							
						
							
							
								Semestinya, jika pihak kampus mendaftarkan mahasiswanya ke PD Dikti tahun 2024, 4 tahun kemudian baru bisa lulus.							
						
							
								
									
									
										Baca Juga:
										YBM PLN UP3 Purwakarta Turut Sukseskan Gelar Gebyar PKH 2025 “Satu Desa Satu Sarjana”, Berbagi Peralatan Penunjang Pendidikan dengan Semangat Jelang Hari Listrik Nasional
									
									
										
									
								
							
							
								Namun yang terjadi ialah baru daftar 2024, seolah-olah sudah terdaftar 4 tahun lalu dan bisa lulus.							
						
							
							
								“Inilah awal mula terjadinya jual beli ijazah,” ungkapnya.							
						
							
							
								Namun, kata Arifin, pemerintah saat ini telah mengeluarkan Pin Ijazah.