Amran menyebut hanya 20–40 persen beras SPHP dijual sesuai ketentuan. Selebihnya dikemas ulang dan dijual sebagai beras premium atau medium dengan harga lebih tinggi.
“SPHP yang dijual ke penyalur itu 20-40 persen dijual sesuai standar. Selebihnya dibongkar, dikemas ulang, dan dijual dengan harga premium,” katanya.
Baca Juga:
Negara Lain Krisis, Mentan Sebut Pangan Indonesia Kuat Berkat Petani
Ia menegaskan praktik semacam ini adalah modus mafia pangan yang menipu konsumen dan merugikan negara. Potensi kerugian akibat manipulasi ini bahkan diperkirakan mencapai Rp99 triliun.
“Kami sudah telepon Pak Kapolri dan Jaksa Agung. Kami sudah serahkan seluruh data dan temuan lengkap. Negara tidak boleh kalah dengan mafia pangan,” ujar Mentan.
Pemerintah pun memberikan batas waktu dua minggu bagi para pelaku usaha untuk memperbaiki praktik distribusi. Jika tidak dipatuhi, tindakan hukum akan dilakukan.
Baca Juga:
Harga Pangan Relatif Aman, Mentan: Jangan Ada yang Bermain Harga!
“Mulai hari ini, tidak boleh lagi ada beras di atas HET, mutu tidak sesuai, atau berat dikurangi. Kalau tidak patuh, bersiaplah berhadapan dengan hukum,” tegas Amran.
Sesjam Pidana Khusus Kejagung, Andi Herman, menyatakan bahwa markup harga dan manipulasi mutu terhadap produk bersubsidi merupakan pelanggaran hukum serius yang merugikan negara dan rakyat.
Ketua Satgas Pangan Polri, Brigjen Helfi Assegaf, juga menegaskan bahwa pengemasan ulang dan pelabelan menyesatkan dapat dijerat dengan pasal pidana lima tahun penjara dan denda hingga Rp2 miliar.