WahanaNews.co | Proses penyelesaian proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) membutuhkan biaya tambahan dari pemerintah. Karena, telah terjadi cost overrun (kelebihan biaya) dalam pengerjaannya.
China Development Bank (CDB) beberapa waktu lalu mendorong agar Pemerintah Indonesia turun tangan untuk menanggung pembengkakan biaya tersebut.
Baca Juga:
Jasa Marga Raih Penghargaan Bergengsi ‘Indonesia Most Powerful Women Awards 2024’
Adapun biaya proyek KCJB bengkak menjadi 8 miliar dollar AS atau setara Rp 118,52 triliun, bertambah 1,9 miliar dollar AS (Rp 28,14 triliun) dari rencana awal sebesar 6,07 miliar dollar AS yang ekuivalen dengan Rp 86,5 triliun.
Direktur Utama PT Kereta Api Indonesia (Persero), Didiek Hartantyo, dalam rapat dengan Komisi V DPR RI mengungkapkan, penyebab biaya proyek KCJB bengkak. Sebab, banyak hambatan sehingga terjadi pembengkakan biaya.
Didiek mengatakan, hambatan ini bermula dari kontraktor dan kemudian pada tahun 2019 proyek kereta terhambat, karena pembebasan tanah. Mulai biaya pembebasan lahan yang naik, engineering, procurement, construction (EPC), relokasi jalur dan biaya lainnya mendorong terjadinya cost overrun.
Baca Juga:
Buntut Kritik PSN PIK 2, Said Didu Penuhi Panggilan Polisi
Sebelumnya, target penyelesaian KCJB adalah di tahun 2019, lalu mundur ke tahun 2022. Belakangan, targetnya mundur lagi menjadi 2023. “Sejak awal di pembebasan lahan ini antara 100 juta dollar AS sampai 300 juta dollar AS, yang besar juga EPC ini di angka 600 juta dollar AS sampai 1,2 miliar dollar AS, relokasi jalur-jalur kemudian biaya financing cost sendiri,” kata Didiek dalam rapat Komisi V DPR RI, Rabu (6/7/2022).
Didiek mengatakan, kas KCIC sudah menipis dan jika Penyertaan Modal Negara (PMN) tidak kunjung cair, ini akan membuat penyelesaian proyek semakin terhambat.
“Kemarin sudah dalam pembahasan menyeluruh dan akan diberikan support dan ini apalagi nggak jadi 2022 maka berpotensi penyelesaiannya kereta cepat ini akan terhambat juga, karena cash flow KCIC itu akan bertahan sampai September sehingga belum turun maka cost overrun ini Juni 2023 akan terancam mundur," ujarnya.
5 Penyebab Biaya Proyek KCJB Bengkak
Sementara itu, GM Corporate Secretary PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), Rahadian Ratry mengatakan, pihaknya telah berupaya untuk menekan biaya pembangunan supaya lebih efisien.
“Mengenai perubahan biaya, kami sudah mengajukan angka untuk direviu oleh BPKP, dan hal ini masih berproses. Namun kepastiannya masih menunggu hasil audit dan reviu dari BPKP,” ujarnya, Kamis (7/4/2022) lalu.
Namun, kata Rahadian, biaya proyek KCJB bengkak tidak dapat terhindarkan, karena terdapat acuan harga yang harus disesuaikan. Selain itu, terdapat penambahan waktu estimasi pelaksanaan proyek juga turut berdampak terhadap biaya proyek.
Lebih rinci, Rahadian menjelaskan, alasan di balik pembengkakan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung sebagai berikut:
1. Pengadaan Lahan
Biaya pengadaan lahan yang memakan porsi cukup besar terhadap biaya proyek kereta cepat Jakarta-Bandung menjadi salah satu penyebab bengkaknya biaya proyek.
Sebab, proses pengadaan lahan yang memakan cukup banyak waktu membuat harga tanah yang akan dibebaskan turut mengalami kenaikan. “Akibatnya, ada penambahan biaya pengadaan lahan dari nilai awal,” terang Rahadian.
2. Kondisi Geologi di Tunnel 2
Rahadian mengatakan, ada situasi-situasi yang tidak terduga, seperti kondisi geologi di tunnel 2. Lanjut dia, meskipun dalam perencanaannya KCIC sudah memetakan area tersebut adalah area clay shale dan masih memungkinkan untuk dibuat tunnel.
Namun, dalam praktik di lapangan, ternyata kondisi geologisnya adalah clay shale ekstrem. Kondisi ini membuat pembangunan sempat terhambat dan akhirnya berdampak pada penambahan biaya.
“Hal ini memaksa kami untuk melakukan beberapa metode untuk mengatasi persoalan geologis,” jelasnya.
3. Pandemi Covid-19
Pandemi Covid-19 yang berlangsung sejak tahun 2020, membuat perencanaan proyek menjadi terhambat. Sebab, upaya penanganan Covid-19 tidak pernah dianggarkan sebelumnya.
Namun, agar proses pembangunan KCJB tetap dapat berlangsung, KCIC perlu mengadakan langkah pencegahan Covid-19 sesuai dengan ketentuan pemerintah, mulai dari proses karantina hingga tes Covid-19 rutin. Hal ini tentu menambah anggaran.
“Selain ketika pandemi, produktivitas SDM KCJB sempat berkurang, karena adanya pengetatan-pengetatan aktivitas yang dilakukan. Hal ini tentu menjadi salah satu obstacle dan menjadi salah satu faktor penambahan biaya,” ucapnya.
4. Penggunaan Frekuensi GSM-R
Penggunaan frekuensi GSM-R untuk operasional kereta api di Indonesia ternyata membutuhkan biaya investasi. Biaya ini di luar anggaran awal. Sebab, pada anggaran awal KCIC mengacu pada penggunaan frekuensi GSM-R di China, dimana penggunaan frekuensi termasuk investasinya tidak perlu bayar. Sementara di Indonesia kebijakannya berbeda.
5. Instalasi Listrik dan lain-lain
Rahadian menyebutkan, KCIC membutuhkan biaya investasi tambahan untuk instalasi listrik PLN. “Masalah anggaran ini juga berasal dari pekerjaan variation order dan financing cost serta pekerjaan lainnya yang memang harus dilakukan untuk kebutuhan penyelesaian proyek KCJB,” jelasnya.
Tunggu Arahan Jokowi
Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Wilayah dan Tata Ruang Kemenko Perekonomian, Wahyu Utomo mengatakan, pemerintah Indonesia tak bisa langsung menerima permintaan China, agar APBN bisa ikut menanggung pembengkakan biaya proyek KCJB.
Permintaan China ini juga harus menunggu arahan dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi, apakah nanti bisa pemerintah ikut andil menalangi atau tidak.
“Ada permintaan karena cost overrun ini agar di-cover oleh pemerintah Indonesia. Terkait hal ini, teman-teman dari Kementerian Keuangan baru membahas yang merupakan bagian kewajiban kami untuk kontribusi dalam pembangunan, bukan cost overrun,” jelas Wahyu Utomo dikutip, Rabu (27/7/2022).
Presiden Jokowi sebelumnya beberapa kali menegaskan, bahwa proyek KCJB adalah murni business to business (b to b) dan berjanji tak akan menggunakan dana APBN sepeser pun.
Menurut Wahyu, pemerintah melalui Kemenko Perekonomian bersama Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi, terus memonitor dengan ketat proyek ini. Dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, CDB memiliki porsi investasi terbesar yakni 75 persen.
Mengutip Kompas TV, dari total kebutuhan dana investasi Kereta Cepat Jakarta Bandung, pinjaman CBD diperkirakan mencapai 4,55 miliar dollar AS atau setara Rp 67,4 triliun.
Sementara 25 persen pendanaan sisanya, berasal dari setoran modal dari konsorsium dua negara, Indonesia-China. Rinciannya, konsorsium Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia (PT KAI (Persero), PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PTPN menyetorkan kontribusi sebesar 60 persen, dan sisanya dari modal konsorsium China, Beijing Yawan sebesar 40 persen. [rsy]