“Progresnya harus disampaikan secara terbuka kepada publik agar masyarakat memahami proses yang sedang berlangsung,” jelasnya.
Keempat, pemetaan kebutuhan jamaah berdasarkan wilayah dan kategori usia dengan menganalisis data antrean untuk merumuskan kebijakan berbasis kebutuhan nyata, misalnya kuota khusus lansia, prioritas daerah tertinggal, serta insentif bagi jamaah yang memilih skema keberangkatan non-reguler, dengan tetap menjaga prinsip keadilan.
Baca Juga:
BPKN RI: Warga Indonesia Harus Waspada, Data Pribadi Jangan Dikuasai Asing
Kelima, keterlibatan konsumen dalam proses pengambilan kebijakan dengan membuka ruang partisipatif bagi publik dan calon jamaah.
“Suara konsumen harus terdengar dan menjadi bagian dari solusi,” tambah Mufti.
Mufti menegaskan, perlindungan konsumen adalah mandat konstitusional sehingga dalam konteks ibadah haji, hak beragama warga negara harus dijamin melalui layanan yang tidak hanya administratif tetapi juga menjunjung prinsip hak atas informasi, hak memilih, hak untuk didengar, dan hak atas pelayanan yang layak dan adil.
Baca Juga:
Ketua BPKN Sebut PPATK Langgar 5 UU soal Pemblokiran Rekening Dormant
BPKN RI siap bersinergi dengan semua pemangku kepentingan untuk memastikan sistem antrean haji di masa depan lebih adaptif, adil, dan berorientasi pada kepentingan konsumen, pungkas Mufti.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.