WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kasus kerusakan mobil yang diduga akibat penggunaan Pertamax dilaporkan tidak hanya terjadi di Cibinong, Kabupaten Bogor, melainkan juga di berbagai daerah lain. Hal ini diungkapkan oleh pemilik bengkel Eko Motor Care, Eko Santoso.
Melansir Kompas.com, Kamis (5/12/2024), Eko mengaku telah memperbaiki belasan mobil dari Depok dan sejumlah daerah lain yang mengalami kerusakan serupa.
Baca Juga:
SPBU Solo Bermasalah, Konsumen Dirugikan Akibat Pertamax Tercampur Air
Kerusakan ini berupa sumbatan pada filter bensin dan endapan dalam tangki bahan bakar kendaraan.
"Per hari ini, sudah ada 19 mobil. Bukan hanya Toyota dan Daihatsu, Suzuki juga ada, APV tahun 2009, kalau tidak salah," kata Eko.
Namun, hasil uji laboratorium dari Lemigas Kementerian ESDM dan LAPI ITB menyatakan bahwa kerusakan kendaraan tersebut tidak disebabkan oleh BBM Pertamax.
Baca Juga:
Ingrid Siburian: Sosok Pemimpin di Balik Kesuksesan Shell Indonesia
Hasil ini memunculkan pertanyaan, apakah konsumen masih dapat menuntut kompensasi berupa ganti rugi?
Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Rizal Edy Halim, menjelaskan bahwa Pertamina hanya dapat memberikan ganti rugi jika terbukti ada kandungan tertentu dalam Pertamax yang merusak mesin kendaraan.
"Jika tidak ada bukti, tentu sulit. Harus ada pembuktian bahwa Pertamax pada batch tertentu memang berpotensi merusak mesin mobil," ujar Rizal.
Meskipun demikian, konsumen masih bisa melakukan uji laboratorium independen untuk membuktikan klaim mereka.
Ada pula kemungkinan lain yang perlu diselidiki, seperti adanya oknum yang mendistribusikan Pertamax oplosan, yang dapat menyebabkan kerusakan mesin.
"Klaim dari Pertamina tidak otomatis menggugurkan hak konsumen. Mereka tetap bisa melakukan uji independen," tambah Rizal.
Agus Sujatno, pengurus harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), menilai bahwa investigasi lebih lanjut oleh Pertamina sangat penting.
Ia mengungkapkan bahwa potensi cemaran pada Pertamax dalam rantai pasok harus diperiksa, terutama karena kasus-kasus kerusakan ini terkonsentrasi di wilayah tertentu.
"Jika ditemukan ada praktik oplosan atau manipulasi BBM setelah keluar dari depo, maka sanksi tegas harus dijatuhkan dan Pertamina wajib memberikan ganti rugi," tegas Agus, mengutip Kompas.com, Rabut (5/12/2024).
Menurutnya, kelalaian dalam pengawasan rantai pasok yang menyebabkan kerugian konsumen harus dipertanggungjawabkan.
Merujuk Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, perusahaan wajib mengganti kerugian berupa biaya perbaikan, penggantian barang, atau kompensasi setara.
"Tidak boleh ada celah bagi pelaku pelanggaran untuk lolos dari hukum. Konsumen harus dilindungi, bukan justru menjadi korban tambahan," pungkas Agus.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]